If You Know That I'm Lonely

5.5K 446 69
                                    

"Geee"

Kali ini giliran Shani yang merengek manja pada Gracio yang sedang sibuk memasukkan barang-barangnya kedalam tas carier yang tergeletak di lantai kayu apartemen Shani. Shani sudah berkali-kali mengambil baju yang diletakkan Gracio untuk dia taruh di bawah kakinya. Sementara Gracio dengan sabar mengambil kembali baju-baju lain di lemari.

"Ci, baju aku jangan diambilin lagi, kan jadi repot lagi kamu nyucinya kalo semua dikeluarin." Gracio akhirnya putus asa karena pakaian di lemari telah habis berpindah dalam pelukan Shani.

"Jangan pergi makanyaaa.."

"Sayangg, kan kita udah bahas ini." Gracio berjongkok di hadapan Shani yang akhir-akhir ini lebih banyak merengut pada dirinya sejak Gracio menyampaikan bahwa akhir pekan ini dia akan mendaki gunung lagi.

"Tapi aku kan ga izinin!"

"Tapi aku bakal tetep pergi, sayang." Gracio memeluk tubuh Shani yang masih terduduk di lantai. Menciumi puncak kepala kekasihnya yang akhir-akhir ini lebih rewel daripada dirinya.

"Kamu jahat." Gumaman Shani terdengar pelan dalam pelukan Gracio. Shani sebenarnya ingin sekali memaksa Gracio untuk tidak mendaki lagi, namun dirinya masih trauma dan tidak ingin berpisah dengan cara yang tidak baik lagi dengan Gracio. Sudah cukup dua hari kemarin dia seperti kehilangan separuh jiwanya.

"Iya aku jahat. Maafin yah?" masih dengan memeluk Shani, Gracio menyelipkan rambut Shani ke telinganya dan membisikkan kata maaf itu ditelinga Shani.

"Gamau."

"Gimana biar dimaafin?"

"Jangan pergi makanya." Ujung-ujungnya percakapan mereka kembali ke awal. Gracio melepas pelukannya dan menuntun Shani ke tempat tidur.

"Bobo aja ya? Kamu pasti capek." Gracio memutuskan untuk menunda kegiatan packingnya sampai Shani tertidur karena packingnya tidak akan pernah selesai jika Shani terus mengganggunya.

"Sini baringan." Gracio yang tengah mengusap-usap rambut Shani yang tidur di pangkuannya pun menoleh, melihat Shani memandangnya dengan intens.

Akhirnya Gracio mengalah, ikut menidurkan tubuhnya di sebelah Shani yang langsung memeluknya. Melihat wajah sedih Shani sebenarnya Gracio tidak tega, namun jika dia tidak ikut mendaki kali ini, bisa-bisa pelantikannya ditunda tahun depan.

"Kenapa sih kamu suka naik gunung?" Shani yang sudah ada dalam pelukannya dan tengah menaik-narik jambang rambut Gracio memecah kesunyian yang tercipta.

Gracio dengan lembut meraih tangan Shani dan menggenggamnya. "Cishan kan tau sendiri aku suka kegiatan alam, tapi ga pernah diizinin sama Ayah. Sebenernya Mapala itu ga cuma mendaki gunung, nanti ada peminatannya lagi, kayak Caving, Rock Climbing, Diving, dan masih banyak."

"Berarti tiap minggu kamu bakal ninggalin aku?"

Gracio mencium pipi Shani yang dibuat menggembung sedemikian rupa, tanda penolakan kekasihnya pada kata-kata Gracio.

"Gak lah, ini kebetulan lagi perekrutan Calon Mapala kan."

"Kamu tau kan Ge, aku ga seneng kamu ikut kegiatan itu.. Dan kamu tau kan kalo aku ga bakal izinin?"

"Iya aku tau."

"Tapi kenapa kamu masih tetep batu buat ikut? Apa sekarang pendapatku sudah ga perlu kamu perhitungkan lagi?" Shani membenamkan wajahnya di dada Gracio, mencegah kekasihnya melihat dia menangis. Shani bukan gadis yang cengeng dan lemah. Namun melihat makin hari Gracio makin bertindak semaunya dan tidak mengikuti kehendaknya menimbulkan ketakutan tersendiri dalam dirinya.

Apakah Gracio sudah bosan dengannya?

"Kapan kata-kata Cishan ga aku ikutin? Cishan minta aku belajar, aku turutin, terus Cici minta aku ga main hape kalo dirumah aku juga ikutin, apasih yang aku ga ikutin hmm? Cuma ini aja kan?" Gracio ganti memeluk kekasihnya dengan erat, menghilangkan keraguan yang timbul di hati pacarnya. Padahal Gracio sudah sebegini bucinnya terhadap Shani, masak masih kurang?

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang