I cant promise you a perfect relationshop but what I can promise you is that as long as we are trying, iam staying
Di dalam kamar bercat putih dengan jendela besar menghiasi sisinya, Shani Indira tengah sibuk memasukkan barang-barang yang telah disiapkan ke dalam koper besar berwarna hitam yang terbuka di kaki tempat tidur. Di atasnya, terlihat Gracio duduk bersila menatap kesibukan sang kekasih.
Gracio melirik jam yang tergantung di dinding kamar Shani. Pukul 6 sore, dia seharusnya sudah bersiap-siap.
Lelaki itu bangkit, mengambil kunci motor dan kemeja cotton flanel merah maroonnya.
Melihat itu Shani langsung menghentikan aktivitasnya dan melangkah mendekati Gracio."Udah mau mulai misa natalnya?" Shani menghampiri, dengan sigap merapikan kerah kemeja Gracio. Lelaki itu mengangguk. Membiarkan saja perlakuan Shani yang terlewat perhatian.
"Masih sempet kan nanti anterin aku?"
"Masih bisa kayaknya."
Shani menarik Gracio ke dalam pelukannya. Dia menyayangkan waktu keberangkatannya yang ternyata hampir bersamaan dengan misa natal di Gereja.
Shani sangat ingin Gracio dapat menemaninya ke Airport malam ini. Namun dia juga menyadari bahwa Tuhan Gracio lebih penting..."Yaudah aku tunggu, ibadah yang bener ya, jangan main game. Love you sayang" Shani memeluk Gre sekali lagi dan mencium bibir kekasihnya sekilas.
Shani menyadari Gracio lebih banyak diam hari ini menjelang detik detik keberangkatannya, dan Shani mengerti. Amat sangat mengerti.
***
"Nju, stop looking at me"
"Im not looking at you, i just curious about how aggresive Gracio Harlan is. He's gotten so carried away with his passion for you that he wants to mark you as 'his own'"
"Ah shit, gue lupa." Shani segera berjalan ke arah cermin dan berusaha menutupi kissmark yang ditinggalkan Gracio di lehernya.
"Stupid kid.." Shani bergumam. Lebih kepada dirinya sendiri.
"I will give you my scarf if you want"
Shania memperhatikan Shani yang terlihat sedikit frustrasi. Gracio sungguh sangat niat hingga meninggalkan hickey berbentuk seperti kepulauan karimunjawa yang bahkan bisa dilihat oleh mata manusia normal dari jarak 10 meter!"Gak, gue coba tutup pake concealer sama rambut aja." Shani melepaskan ikatan rambutnya dan membiarkan rambut hitam lurusnya tergerai.
"So, saran Michele kemarin berhasil ternyata."
Shania berkata begitu sambil membuka buka majalah yang ada di meja rias Shani. Mencoba menyibukkan diri sembari menunggu sahabatnya selesai bersiap-siap. Hari ini Shania akan ikut mengantarkan Shani ke Bandara. Kebetulan dia mengikuti misa sore sehingga bisa menemani Shani."Kalo lo percaya cowok sepolos Gre bisa ngelakuin itu" mendengar ucapan Shani entah mengapa terbersit perasaan lega pada diri Shania.
Drrtt drtt
Kesunyian dari kedua sahabat itu teralihkan oleh notifikasi yang masuk dari handphone Shani.
Sayang 💜
Ci kayaknya aku telat, masi misa natal. Cici sama Kak Vino aja berangkatnya ya maaf ga bisa nganter."Aaaaa Gegeeee" rajukan Shani mengagetkan Shania yang sedang melamun. Dirinya mengamati perubahan mood Shani yang tiba-tiba. Gadis itu melemparkan handphonenya ke tempat tidur. Dengan perlahan Shania meraih handphone Shani dan mengetahui penyebab perubayan mood Shani yang sangat drastis.
"Gue telp bisa ga?" Shani sudah terlihat tidak sabar merengek pada kekasihnya agar menyempatkan diri mengantarnya. Come on, mereka bahkan belum mengucapkan salam perpisahan. Shani ga mau..
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels [END]
FanfictieHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...