Akhir-akhir ini waktu Shani banyak terbuang di perpustakaan. Sepulang dari tempat magangnya, Shani biasanya memilih untuk mampir ke kampus untuk melanjutkan proposal skripsinya, sambil mencuri kesempatan untuk melihat Gracio yang saat ini hanya bisa dia temui di kampus.
Dia akan menghabiskan waktunya di ruangan ini hingga tumbler kopinya habis, dan balik ke apartemen untuk beristirahat. Begitulah rutinitasnya seminggu ini.
"Shan.."
Shani sangat mengenali panggilan itu, bukan hanya sekali dua kali lelaki itu mencoba untuk mengajaknya bicara namun sampai saat ini Shani selalu menghindarinya. Maka ketika mendengar suara itu, Shani buru-buru menutup laptop dan memasukkan ke dalam totebag nya.
"Shan, please dengerin aku bentar aja." Vino mensejajarkan langkahnya dengan Shani yang berjalan cepat menuju pintu keluar. Pria itu akhirnya menarik lengan Shani agar gadis itu mau menghentikan langkahnya.
"Shan, I want to say sorry"
Ceklek
Belum sempat Shani menepis tangan Vino yang masih menggenggam lengannya, tiba-tiba pintu di depan mereka terbuka dan memperlihatkan wajah Gracio yang tertegun melihat pemandangan di depannya. Mata Gracio tertuju pada tangan Vino yang masih mencengkram lengan Shani. Melihat arah pandang Gracio, Shani buru-buru menepis tangan Vino.
"Maaf ganggu, silakan dilanjutkan."
Gracio berbalik, meninggalkan Shani yang masih terdiam di tempat karena tidak menyangka akan bertemu Gracio dalam keadaan seperti ini...
"Shan, sorry..."
Shani langsung berbalik memandang Vino yang masih menatapnya dengan pandangan penuh penyesalan.
"Aku bilang udah ga ada yang perlu dibicarain lagi Vin. Stop minta maaf dan buat aku nginget kejadian itu lagi. Please, aku mohon sama kamu."
Vino hanya bisa meratapi punggung gadis itu menjauh meninggalkannya.
Tuhan memang memberikannya kebahagiaan teramat besar ketika selama sebulan dia bisa sangat dekat dengan Shani, namun dengan cepat pula kebahagiaan itu direnggut hanya karena tindakan bodohnya.
Bahkan saat kamu tetap tidak melihatku, aku masih mengharapkanmu Shan...
**
Shani memaksakan flat shoes miliknya melangkah dengan cepat di Perpustakaan pusat, mencari sosok Gracio yang dia yakini masih ada di sekitar sini. Keringat mulai membasahi keningnya ketika akhirnya dia menemukan sosok Gracio di kedai kopi dekat perpustakaan. Namun siluet yang saat ini tertangkap oleh mata minusnya merupakan pemandangan terakhir yang ingin dia lihat saat ini.
Di balik kaca pembatas yang memisahkan mereka, Shani dapat dengan jelas melihat Gracio yang saat ini bersama Shania di dalam ruangan hangat itu. Gerakan Shani membeku, begitu melihat Shania yang saat ini duduk membelakangi danau tengah mengelus kepala Gracio yang masih menelungkupkan kepalanya di meja.
Ingin rasanya dia masuk ke dalam kedai kopi itu dan langsung menarik tangan Shania dari kepala Gre, atau malah menarik tangan Gracio untuk pergi bersamanya. Namun Shani bahkan tidak yakin Gracio akan memilih mengikutinya atau malah lebih ingin ditemani Shania. Maka dengan segala keiklasan yang masih dia punya, Shani memilih berbalik, menjauh dari segala sumber kebahagiaan dan sakit hatinya.
Dan tangisnya pun pecah saat dirinya sudah merasa aman untuk menumpahkan segala kesedihannya di dalam mobil. Tidak pernah terbersit dalam bayangan Shani, akan ada gadis lain yang menenangkan Gracio selain dirinya. Dan segala perlakuan manis Shania, cara Shania mengelus rambut Gracio, merapikan setiap helai rambut yang berantakan, bagaimana Shania mau mengesampingkan bacaannya hanya untuk meladeni Gracio, Shani bahkan tidak pernah melihat sahabatnya bisa berlaku seromantis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels [END]
FanfictionHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...