Lala POV
Sebelumnya aku tak pernah menyangka acara Orientasi Pengenalan Kampus akan menjadi semenyenangkan ini, sebelum kehadiran dia. Namanya Gracio Harlan. Dari wajahnya aku sudah dapat menebak bahwa anaknya lucu banget. Bibir tipisnya selalu saja aku lihat tersenyum saat bertemu dengan orang-orang. Dan dalam beberapa hari saja dia sudah akrab dengan banyak mahasiswa baru disini.
Selama beberapa hari berinteraksi dengan dia, aku menyadari jika dia selalu menawarkan bantuan saat aku kesulitan. Sejenak aku beranggapan dia orang yang dewasa, namun label manja aku sematkan padanya saat mengetahui perlengkapan yang dia bawa selama OPK mengalahkan perlengkapanku.
Dia membawa segala macam obat-obatan, botol minum, sunblock, tissue kering, tissue basah dan masih banyak lagi barang-barang yang tertata rapi dalam ranselnya yang sudah menyerupai baby travel bags. Botol minumnya pun lucu banget, warna ungu. Dan ketika aku tanya kenapa bawa-bawa botol minum, ternyata dia ga bisa buka botol air kemasan. Unik banget kan dia. Gemesin
Dia satu-satunya orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri dan malah membantu menggendong atau menuntunku saat maba yang lain memilih untuk beristirahat atau berburu tanda tangan senior yang harus dikumpulkan di akhir acara.
Kegesitannya membantuku berbanding terbalik dengan kecepatan otaknya dalam berpikir. Dia terkadang terlalu lambat dalam menangkap sesuatu, namun ketika dia memperlihatkan wajah cengo nya membuatku gemas ingin mencubit pipinya.
Saat ini, kami sedang duduk di bawah pohon membahas konsep project yang akan ditampilkan pada malam api unggun. Kak Shania meminta kami untuk menampilkan sesuatu sebagai perwakilan dari adik asuhnya, dan kami menyanggupi setelah adegan ngotot-ngototan Gracio dengan Kak Shania. Aku mengamati mereka terlihat dekat dan seperti sudah saling mengenal sebelumnya.
"Arrgghhh susah banget sihh." Gracio meremas kertas untuk yang kesekian kalinya, tampangnya terlihat frustasi menyelesaikan salah satu tugas yang harus dikumpulkan sore ini. Surat cinta untuk mahasiswa FEB.
"La, nyontek surat lo boleh ga?" Permintaan Gracio seketika membuatku gelagapan. Masa iya surat cinta mau dicontek?
"Eh? Surat aku udah kukumpul." Aku mati-matian berusaha menetralkan wajahku agar tidak menimbulkan kecurigaan Gracio.
"Panitia sok ide banget sih bikin ginian. Emang cinta harus diungkapin lewat kata-kata?"
Gracio masih mengomel mengeluarkan ketidakpuasannya. Sedangkan aku sekuat tenaga menahan diri untuk tidak menyerang pipinya. Gemas banget ih!
"Emang kamu ga pernah buat surat cinta?"
Gracio menggeleng. Beralih memainkan gitar yang sedari tadi dia jadikan alas untuk menulis.
"Pacar gue aja mesti pake acara ngancem dulu baru gue berani ngungkapin perasaan ke dia. Menurut gue, cinta yang mudah sampai ke hati orang itu ketika ditunjukkan dengan perlakuan, bukan dengan kata-kata."
Aktivitas saraf vagusku seketika meningkat mendapatkan stimulasi dari ucapan Gracio tadi. Ah, ternyata sudah ada yang punya ya..
Dan entah sejak kapan, sepertinya aku mulai mengharapkannya...
***
Shani POV
Boby menyampaikan alasannya memilih Sukabumi menjadi tempat Youth Camp kami adalah karena cuaca yang sejuk dan menenangkan. Namun kenapa sedari tadi hawa disini terasa panas dan tidak membantu menyejukkan hatiku melihat gadis itu menempel terus pada Gracio?
Kulangkahkan kakiku mendekati Shania yang tengah sibuk membaca run down acara.
"Nju"
"Paan" Shania mengikuti arah pandanganku dan seperti langsung mengerti maksud dan tujuanku tanpa harus menjelaskannya lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels [END]
FanfictionHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...