life without you.

3.6K 337 138
                                    

Denger media ya :'

Setelah pintu unit apartemen Shani tertutup, dua orang yang sudah memutuskan untuk berjalan sendiri sendiri itu sama sama meluapkan emosinya lewat tangisan.
Shani menyandarkan tubuhnya di pintu apartemen, sangat menyesali kenapa akhirnya harus menyakiti orang yang sangat dia kasihi seperti itu.

Sedangkan gracio memilih menuruni gedung apartemen dengan tangga darurat. Sepanjang jalan menghapus air mata yang tak henti keluar. Bagaimana dia tanpa shani?

Teringat semua kata-kata Shani yang dahulu terasa begitu meyakinkan untuk Gracio, kata-kata yang membuat Gracio meyakini bahwa hubungan mereka akan baik baik saja. Gracio selalu mengingat kalimat kalimat cinta Shani karena gadis itu terkadang terlalu jaim untuk mengungkapkan perasaannya.

"Semangat ya, masih ada 3 lagi yang perlu kita luluhin."

"Sebelumnya kamu udah pernah bilang, kita punya dua Tuhan, Tuhanmu dan Tuhanku. Dan kita saling mendoakan. Aku mau kita berusaha liat itu bukan jadi masalah dan kekurangan kita. Namun jadi kelebihan kita. Cukup mereka yang mempermasalahkan itu By, kita jangan ya?"

"We will be like this forever. Always"

"Aku mau selalu sama kamu, buat hubungan kita worth it untuk diperjuangkan, ya By ya?"

"Mungkin kedepannya akan banyak masalah yang menghadang kita. Tapi aku kuat karena kamu kuat. Tolong jangan menyerah sama keadaan ya. I love you so much Gre."

"Sayang, aku cinta kamu. Cukup itu yang kamu tahu. Aku berjanji aku bakal berjuang sama sama kamu. Setiap orang hanya berbeda jalan dalam memilih dosanya. Mungkin dosa ini adalah dosa yang aku pilih agar tetap terus sama sama kamu."

"Gamau, aku gamau pisah sama kamu. Semua orang bisa membuat cerita hidupku, termasuk kamu. Tapi yang nentuin kehidupanku itu aku sendiri. Aku mau sama kamu."

"Kita harus selalu bersama pokoknya!"

But in the end?

Shani memintanya untuk berpisah, gadis itu menguatkannya untuk bisa menjalani hari tanpa dirinya. Tanpa Shani mungkin memikirkan, bagaimana bisa?

Gracio tidak tahu harus kemana, mungkin jika kehidupannya normal dia akan langsung pulang dan menangis di pelukan mamanya. Namun mamanya tak ada, dia tak pernah ingat bagaimana rasa pelukan sang mama. Selama ini yang mendekapnya erat saat dia sedih hanya Shani.

Mengharap ketenangan saat pulang ke rumah pun sepertinya mustahil. Papanya terlalu sibuk membanting tulang untuk mereka, tanpa menyadari bahwa Gracio dan adik adiknya juga memerlukan kehadiran sang ayah.

Dirinya memacu kendaraannya ke tempat yang pertama kali terlintas di otaknya.

Bangunan kokoh yang ada dihadapan Gracio sekarang memang terlihat sangat sepi. Dahan pohon beringin yang tumbuh di tengah area gereja mendayu karena tiupan angin yang begitu keras. Gracio duduk bersandar pada pagar yang tertutup, mencoba menenangkan perasaannya.

He need to talk.
Dia butuh teman bicara.

Gracio meraih handphone nya dan menghubungi seseorang yang dia rasa akan mengerti perasaannya saat ini. Dan pada deringan pertama, gadis itu langsung mengangkat panggilannya.

"Kenapa?"

Begitu mendengar suara Shania entah mengapa matanya mulai berkaca-kaca. Sebelumnya Gracio berpikir air matanya telah habis ketika kecil karena terlalu sering menangisi kepergian Mamanya, namun ternyata ada seorang gadis lagi yang begitu mampu membuat Gracio menangis.

"Cio, lu mau ngomong apa? Tau ga sih ini udah malem"

"Kak Shanju" Gracio akhirnya bersuara setelah menghapus sisa air matanya.

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang