reality

4.2K 362 79
                                    

"Tunggu... Cio, aku mau ngomong bentar boleh?"

Shania menuruni 5 lantai dengan debaran yang menentu. Sesungguhnya dia tidak tahu akan mengucapkan apa, namun hatinya ingin bertemu Gracio. Ingin memastikan perasaannya pada lelaki yang saat ini tengah duduk di lobby apartemennya. Langkah Shania terhenti melihat punggung pria yang tidak pernah dalam bayangannya akan memporak-porandakan hatinya begitu dalam.

Shania mengeratkan sweater tipis yang dia kenakan, dan dengan langkah pelan mengambil tempat disebelah Gracio.

"Kak Shanju.. mau ngomong apa?"

Shania menatap dalam mata Gracio yang balas memandangnya dengan penuh perhatian. Namun dengan tiba-tiba Shania memukul kepala Gracio.

"Aduhh, kenapa aku dipukul?" Gracio terlihat kesal sambil mengusap-usap kepalanya. Kenapa Shania tiba-tiba memukulnya dengan sangat keras?

"Jangan mandang cewek kaya gitu, kamu gatau apa berawal dari tatapan gitu bisa buat orang baper."

"Ya kan aku mandang Kak Shanju."

"Emang situ pikir gue bukan cewek?"

"Yaaa ga gitu maksudnya, tapi kan Kak Nju ga mungkin baper sama aku."

Shania tidak dapat berkata-kata lagi. Tidak mungkin memang jika berharap Gracio menyadari perasaannya, apalagi jika berharap lelaki itu membalas perasaannya. Karena di mata Gracio hanya ada Shani.

"Ya emang gak mungkin! Tapi tetep gaboleh gitu sama orang, jangan genggam tangan orang sembarangan, lo ga tau kalau sentuhan tangan lawan jenis bisa berefek besar di perempuan, jangan lagi ngasi perhatian lebih ke orang, lo bisa memporak-porandakan pertahanannya, dan jangan terlalu menuruti kemamuan cewek lain selain cewek lo, lo harus punya prinsip."

Sebenarnya Shania berkata-kata begitu bukan untuk ditujukan pada Gracio, namun pada dirinya sendiri. Agar menyadari jika perlakuan-perlakuan kecil dari Gracio yang membuatnya nyaman tidak lebih dari ketidakpekaan lelaki itu. Dan memang dasarnya Gracio ya sepolos itu..

"Nih buat lo" Shania mengulurkan sebuah paperbag dari brand yang lumayan ternama, dengan bingung Gracio menerima dan membukanya.

"Besok kan lo bakal dinner sama Shani, dan dinner nya kan ditempat yang lumayan. Gue gamau lo pake baju tokoh Disney trus sama flannel lo itu. Keren sih emang, cuma ga cocok buat dinner. Jadi gue beliin lo ini. I think it will perfect on you"

"Kak Shanju... Kok Kakak baik banget sihh." Gracio tiba-tiba memandang Shania dengan puppy eyes andalannya. Dulu, kala dia memperlihatkan wajah ini kepada Shani, Shania akan mencibir dan pura-pura muntah. Tapi entah kenapa, saat itu ditujukan pada dirinya sendiri Shania sangat bahagia dibuatnya.

"Lo aja yang baru sadar, gue emang baik."

"Kalau aja aku bisa ngelakuin sesuatu buat bales Kak Shanju. Makasi udah mau repot anterin aku bolak-balik restoran karena aku ga ngerti, udah mau ngelead semua konsepnya, ikut susah-susah mikirin gimana penampilanku nanti. Shani beruntung banget punya kamu Kak.."

Shania meringis mendengar perkataan Gracio. Benarkah Shani merasa beruntung memiliki ku jika dia tahu aku bahkan mengharapkan bisa lebih dekat dengan kekasihnya Yo?

"Kamu sendiri, ngerasa beruntung ga kenal aku?"

"Aku ngerasa beruntung bisa kenal kamu, dibantuin kamu, bahkan sampai hal yang ga pernah terpikir sama aku. Kalau aja ada sesuatu yang bisa aku lakuin buat balas kebaikan Kak Shanju, aku pasti dengan senang hati ngelakuinnya."

"Kamu mau ngelakuin apa aja?"

"Anything"

"Kalau emang kaya gitu, aku pengen makan di warung pinggir jalan tempat pertama kali kamu ngajak aku makan itu. Sekarang"

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang