"Kak, maafin aku."
"Maafin aku Kak Shanju."
Gracio menggaruk lehernya yang tidak gatal. Kenapa semua orang hobi mengacuhkannya sih?
Beberapa hari telah berlalu semenjak kejadian malam dimana Gracio membatalkan janjian mereka malam itu secara sepihak. Tanpa pemberitahuan, namun setelah mengantar Shani pulang, ia langsung mengirimkan permohonan maaf kepada Shania.
Tapi yang dia peroleh adalah aksi ngambek Shanju bahkan sampai hari ini.
"Kak, aku ada nemu tempat baru. Mau kesana ga?"
Gracio berusaha membujuk Shanju yang masih mengacuhkannya.
"Lo pergi sendiri aja."
Shania akhirnya merespon. Lelah juga dibuntuti Gre dari taman fakultas hingga ke halte bus. Bagaimanapun Shania merasa kedekatannya dengan Gracio salah. Apalagi jika Shani tahu.
"Beneran ga mau ikut? Yaudah deh kalo gitu. Maafin aku ya Kak Nju."
Gracio akhirnya berlalu meninggalkan Shania yang masih berdiri di halte bus. Dorongan hati untuk mengiyakan ajakan Gracio begitu tinggi, namun dia tidak boleh membiarkan perasaan aneh ini.
Shania POV
Ya Tuhan, semoga apa yang gue lakukan benar. Shani masih jadi prioritas hidup gue, jangan sampai sekalinya jatuh cinta tapi pada orang yang salah.
Gue percaya kalau perasaan ini bukan cinta. Iya kan? Come on, baru 4 tahun ga pacaran bukan berarti sekalinya suka harus sama pacar sahabat sendiri kan?
Enggak.
Gracio bukan tipe gue.
Dia pendek, gendut, manja, cerewet, alay, nyebelin, dan ga peka. Jauh banget sama tipe ideal gue yang tinggi, atletis, dewasa, mandiri dan pengertian.
Satu sifat pun ga ada cocok!
Yaa walau dia kadang kadang dewasa banget menyikapi masalah yang lagi dia hadapi, gue kagum dengan cara dia mencoba cari jalan terbaik buat hubungannya. Sometime, dia jadi pengertian banget dan peka menangkap ketidaknyamanan gue. Anddd, he is not bad to be honest. Kalau dia lagi ga memasang tampang konyolnya, dia 11-12 sama Kobe Paras sih-wait what?
Menyetarakan dia sama atlet basket favorit gue? Shan, you must be crazy
Sepertinya gue dan logika gue perlu duduk bareng. Karena rasanya, semakin susah buat tetap logis kala perasaan lo diliputi emosi meluap luap yang bahkan gue gatau itu apa.
Think twice, hmmm
Maybe he wasnt my type, but i think I fell for him hard once I got to know him.
.
.
.
God must be joking. Sepeninggal Gracio, tiba tiba hujan deras turun tanpa permisi. Berkali kali orderan gue dicancel oleh taxi online yang membuat gue hanya bisa memandang hujan membasahi jalanan yang mulai sepi.
Langit mulai gelap, dan tak ada tanda tanda hujan akan mereda. Saat sudah hampir pasrah, tiba-tiba muncul dia. Iya, dia yang selama seminggu ini dengan egoisnya menyita seluruh pikiran gue. Dengan tampang konyolnya turun dari motor dan mendekat.
"Gimana, masih ga mau ikut?"
Saat dia berkata begitu, walau tampangnya sangat menyebalkan, entah kenapa gue dengan daya upaya yang tersisa berusaha untuk ga memeluknya.
**
Gracio tahu gadis di depannya masih gengsi untuk menerima tawarannya, maka dari itu dia langsung menarik tangan Shania untuk mengikutinya ke arah motor. Dan memang tanpa perlu dipaksa akhirnya Shania mengikutinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels [END]
Hayran KurguHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...