are you ready for it?

3.7K 328 60
                                    

"Koko ga seharusnya sekasar itu sama Gre."

Dyo tetap membisu namun terus melangkah menuju elevator sedangkan shani berusaha menyamai langkah kakaknya yang berjalan dengan cepat

"Aku yang ga mau pulang dulu dan mau habisin waktu sama dia, bukan salah Gra-"

Brakkk

Dyo memukul dinding elevator begitu keras hingga Shani terkejut. Tidak pernah dalam seumur hidupnya Dyo berlaku sekeras itu

"Udah cukup kamu belain dia. Whats wrong with you Dek? Koko tahu kamu cinta sama dia tapi Koko ga pernah tau kamu bahkan sampai dibikin buta seperti ini karena bocah itu."

"Karena dia emang ga salah Ko-"

"Jangan kira ketika Ko Keenan maklumin apa yang kamu lakuin Koko juga bisa gitu dek! Are you such a stupid person? Kamu dengan bertingkah kaya gini bakal makin nyulitin kamu kedepannya. Apa sih salahnya nurut? Koko gini juga demi kamu Dek, kamu tega liat Mama Papa sedih kedepannya?

"Apa sih salahnya cinta sama Cio Ko? Selain karena iman kita yang ga sama?

Dia ga pernah ngecewain adek, dia selalu ada buat aku, dia bahkan selalu mengingatkan untuk ibadah. Ko, percaya sama aku, kami bisa jalanin ini semua."

"Trus nanti siapa yang akan pindah? Apa kamu udah mikirin? Apa kamu siap sama ini semua? Hidup seperti bergantung di tali yang kapanpun bisa putus. Kamu cuma menunda patah hati mu Dek."

Dyo berbalik sesaat sebelum memasuki apartemen Shani, melihat saudara perempuannya yang akan selalu menjadi adik kecil kesayangannya menunduk menahan tangis. Sebenarnya dia juga tidak tega, namun ini yang terbaik. Toh akhirnya jawaban terakhir dari perbedaan iman ini adalah perpisahan.

"Adek, Koko kenal kamu dari kecil. Yang jagain kamu pas kamu lagi bandel-bandelnya. Koko tahu kamu bisa. Kamu Shani, kebanggaan keluarga kita. Kamu terlalu yakin sama ketakutanmu, kalau kamu belum mencoba siapa yang tahu?

Koko mohon sama kamu, sekali aja. Dua tahun ini kamu tahu ga Mama kangen banget sama kamu, minta ke Jakarta terus. Gimana perasaan Mama kalau sampai tahu putri kesayangannya bahkan berniat untuk mengkhianati Tuhannya, ah I was wrong. Gimana perasaan Mama saat tahu putri kesayangannya sudah mengkhianati Tuhannya. Do you even remember Mom?"

**

Shani menangis di kamarnya. Kata kata Dyo seperti samurai yang langsung menghunus dada, hanya meninggalkan rasa sakit dan walau enggan shani menyadari jika sedikit banyak kata kata Dyo benar adanya. Shani menyadari bahwa sejak bersama dengan Gre dia mulai bergantung pada lelaki itu, dan membuatnya jarang pulang ke Jogja. Bahkan menghubungi Mama nya pun dia sering absen.

Jauh didalam lubuk hati Shani tak dapat dipungkiri jika semakin lama rasa egois memuncaki semua egonya. Ada perasaan ingin membawa Gracio untuk ikut dengannya. Namun apakah adil bagi Gracio jika dia meminta Gracio untuk mengalah dan memaksakan keinginannya? Karena tentu jika itu Shani, dia tak akan mampu, never will and never be.

Handphonenya bergetar berkali kali. Memperlihatkan nama kekasihnya yang muncul di layar handphine namun shani sama sekali tidak berniat menjawabnya. Kebahagiaan yang dibawa Gracio seketika menguap jika menyadari fakta bahwa selalu ada beban berat yang menunggunya saat bangun tidur. Beban yang seperti menggantung di sisa-sisa hari. Hanya terasa lebih ringan saat bersama Gracio, but its like a destiny.

Jika Shani boleh jujur, dia menginginkan kehidupan yang biasa. Dimana dia bisa mengenalkan pasangannya ke orang tua, mengajak kekasihnya untuk beribadah bersama. Apakah benar dia hanya perlu tegas kepada dirinya sedikit saja? merasakan sakitnya perpisahan. Sakit akan hilang, berganti dengan keiklasan. Apakah memang sudah waktunya untuk Shani mencoba?

Head Over Heels [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang