Dengerin lagunya yaaa
Shani terbangun pagi itu dengan keadaan yang tidak baik-baik saja. Matanya membengkak karena terlalu lama menangis. Pemandangan pertama yang dia jumpai adalah sisi kiri tempat tidur yang biasa ditempati Gre masih terlihat rapi. Ia meraba ranjang kosong disampingnya, biasanya ada Gre berbaring disana. Suaminya akan memberikan morning kiss dan memeluk tubuhnya dengan erat karena akan ditinggal seharian.
Dia mengambil handphone yang diletakkan di atas meja disamping tempat tidur. Biasanya HP nya akan ia letakkan lebih jauh lagi untuk menghindari radiasi. Namun sejak kemarin malam ia selalu terjaga mengecek apakah HP Gracio sudah aktif. Namun pesan yang dikirim ke suaminya masih belum dibaca, bahkan belum terkirim.
Pagi itu, di meja makan tidak tampak fruit bowl yang biasanya sudah disediakan oleh Gracio saat Shani bersiap-siap. Tidak juga ada sosok suaminya yang menggunakan apron, bereksperimen untuk makan siang mereka. Tidak ada lagi sosok menggemaskan kekasihnya yang bermain bersama anak tetangga sebelah, sembari Gracio menyiram tanaman Laceleaf di beranda.
"Kamu kemana Ge..."
Shani hanya bisa bergumam lirih, suasana apartemen mereka terasa sangat sepi saat tidak ada Gracio. Ia memilih membuat sarapannya sendiri. Menuangkan oatmeal, granola, yogurt, dan potongan buah ke dalam mangkuk serta menuangkan susu greenfields coklat ke dalam gelas. Baru saja ia meletakkan sarapannya di meja makan, teleponnya berdering. Panggilan dari Shania.
"Halo Shan? Kenapa nelepon? Kemarin gue udah tidur"
"Gracio ada hubungin lo ga Nju, atau mungkin hubungin Mario?"
"Ga ada, kenapa? Lo ga lagi tengkar sama dia kan?"
"Kita bertengkar kemarin, dan Gre pergi dari apartemen."
"Yaampun ngambekan. Karena apa?"
Akhirnya Shani menceritakan kronologi pertengkaran mereka, bagaimana Shani merasa kesal karena Veranda mencampuri urusan rumah tangganya. Bagaimana Gracio seperti menyiratkan bahwa ia tidak bahagia tinggal bersama Shani di Aussie, dan bagaimana Gracio seharusnya membahas masalah visa kerja itu dengannya lebih dulu.
"Shan, come on... Lo ga bisa tiap marah sama Gre marahin dia kaya Gre itu masih SMA atau masih kuliah. Dia sekarang suami lo. Dia kepala keluarga. Walau gue ga bisa bayangin dia jadi kepala rumah tangga sih ya tapi tetep aja, he is your husband, for god's sake! dosa lo gituin suami."
"Nju gimana gue ga meledak waktu tiba-tiba denger Veranda bilang suami gue bosen di rumah, ngerjain kerjaan rumah. Itu kesannya gue kaya ga bertanggung jawab banget sama Gre! Udah bawa dia kesini, trus dianya diperlakuin kaya babu. Dan Gre juga, kenapa mesti cerita kaya gitu ke Ve. Dia itu ga berusaha jadi dewasa Nju, bener kata lo dia suami gue. But sorry, dia ga berperan kaya suami bagi gue."
"Gimana lo bisa ngomong kaya gitu?"
Shania yang semula masih bermalas-malasan di tempat tidur langsung menegakkan tubuhnya mendengar ucapan Shani tadi.
"Ya lo liat sendiri, suami macam apa yang masih jalan sama cewe lain saat dia udah punya istri Nju. Bukan sekedar cewe, tapi ini cewe yang dulu suka sama dia. Trus maksudnya apa coba bermental korban di hadapan Ve? Mau dia dikasihani biar Ve timbul empati sama dia? Gue ga habis pikir aja. Gue kira Gre bakal berubah setelah menikah, tapi nyatanya sama aja."
"Gue malah ngira lo bakal lebih ngerti Cio secara dia suami lo, dan lo udah bareng dia 3 tahun lebih. Shan, apa yang kamu harapin dari orang yang tumbuh bahkan tanpa kasih sayang mamanya sejak dia masih kecil?"
Deg
Kalimat yang diucapkan Shania tadi benar-benar seperti menamparnya. Mendengar Shani yang hanya terdiam, Shanju melanjutkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Head Over Heels [END]
FanfictionHead Over Heels, merupakan definisi dari orang yang tergila-gila akan cinta, yang mau melakukan apapun demi orang yang dia cinta. Dan Gracio beserta Shani adalah definisi sempurna dari bucin itu sendiri. Yang 1 polos, lambat, dan ceroboh. Satu lagi...