"Kak Kaka, Kak Kaka udah aku tembak barusan. Jadi gimana jawabannya? Mau jadi pacar aku?"
Semua yang mendengar melongo. Hingga beberapa detik semua hening. Orang-orang yang mendengar pernyataan sekaligus pertanyaan gadis itu pun ikut terdiam. Sementara gadis itu menatap bingung semua orang yang tiba-tiba menjadi manakin.
Memangnya ada yang salah?
"Halo, Kak Kaka." Cewek itu melambaikan tangannya tepat di depan wajah Kaka. Kaka yang semula melamun pun tersadar, kedua matanya mengerjap bingung.
"Lo nembak gue?"
Cewek itu mengangguk mantap disertai senyuman lebar. "Jadi, apa jawaban Kakak?"
Kaka lagi-lagi mengatupkan mulut. Belum memberi jawaban.
Ilham yang lebih dulu tersadar dari keterkejutannya segera menepuk bahu kedua sahabatnya agar mereka tak melongo seperti ikan koi kekurangan air. Zidan dan Seno menggeleng pelan lalu menatap selidik gadis aneh yang baru saja mengagetkan mereka dan tiba-tiba bilang bahwa dia baru saja menembak sahabatnya itu.
Zidan berdehem, mencondongkan badannya dan memicing menyorot sosok mungil di depannya. "Siapa lo?"
Cewek itu tersenyum lebar. Melambai ceria. "Halo, Kak, nama aku Aurara Jihana, panggil aja Rara. Panggil cantik atau imut juga boleh, sih. Asal jangan panggil Baby, Honey atau Sayang, karena yang boleh manggil itu cuma pacar."
"Dari kelas?" Kali ini giliran Seno yang bertanya. Sementara Kaka hanya menyimak.
"Aku kelas 11 IPS 2. Itu loh, kelas yang deket tangga, kelas yang banyak cecannya kayak aku gini. Tau kan? Iya kan? Iyalah pasti." Cewek itu menjawab penuh semangat membara.
"Rumah lo dimana? Nama orang tua? Anak ke berapa? Nomor sepatu lo berapa? Berat badan? Tinggi badan? Hobi? Selera musik? Lo sampoan berapa kali seminggu?" tanya Zidan bertubi-tubi. Meski tidak penting, ini harus ditanyakan pada setiap gadis yang ingin menjadi pacar Kaka.
"Haduh, satu-satu dong, Kak. Aku, kan jadi bingung," keluh cewek yang mengaku bernama Aurara itu.
Zidan berdecak. "Lo daritadi ngomong lebih dari kapasitas aja gue jabanin. Ditanya begituan udah bingung. Lemah!"
"Oke." Aurara mengangguk takzim. "Ulang lagi coba," pintanya. Tak merasa tersinggung dikatai lemah.
Zidan mengulang pertanyaan yang sama dengan sabar.
Aurara mengerjap. "Pertanyaannya nggak penting, ih."
Zidan melongo. Hendak marah, namun yang terjadi setelahnya malah dia mengelus dada. "Sabar, orang ganteng nggak boleh marah. Sabar," ucapnya menenangkan dirinya sendiri.
"Gantengan juga Kak Kaka kemana-mana kali Kak," ucap Aurara terlampau jujur. Menyengir menoleh pada Kaka.
"Ngelunjak anjir!" pekik Zidan sampai berdiri. Merasa harga dirinya tercoreng begitu saja.
"Dan, sabar. Orang ganteng nggak boleh marah. Inget, setiap orang ganteng kayak kita marah, kadar kegantengan kita berkurang setengah." Seno menepuk-nepuk bahu Zidan, menenangkan.
"Untung aja gue ganteng, kalo nggak udah gue tebas lo," geram Zidan pada Aurara dengan gerakan memotong di lehernya.
Aurara menggeleng-geleng pelan. "Kalian aneh."
Zidan mendesis. "Elo yang aneh, Maemunah! Nembak cowok kok begitu."
"Cewek kok nembak cowok, di tempat umum pula." Kali ini Seno melirik Aurara tak habis pikir.
Aurara mencebik sebal. Dari ucapan kedua kakak kelasnya ini, dia merasa direndahkan. Dia melipat tangan di dada. "Kenapa? Nggak boleh? Mentang-mentang aku cewek jadi nggak boleh nembak? Ini udah jaman emansipasi wanita. Semua gender bisa melakukan hal yang sama dan memiliki hak yang sama. Kakak kalo mau pake rok juga boleh, tapi ya dosanya ditanggung sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Fiksi Remaja[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...