58. Why, God?

2.7K 226 35
                                        

Aurara mengerjapkan matanya dengan cepat. Terdiam saat menyadari dia masih berada di Rumah Sakit. Bau obat-obatan. Lantai. Atap. Semua serba warna pucat. Tapi tunggu-- beberapa saat lalu Aurara masih berada di ruang inap Kaka. Menggenggam tangan Kaka dengan airmata yang tak henti luruh. Mendoakan Kaka akan segera sadar. Berharap ucapan Dokter jika Kaka koma dalam jangka waktu yang tidak bisa ditentukam hanyalah bualan belaka. Namun, kenapa bisa sekarang dirinya justru berada di ruangan inapnya sendiri? Bersama Naysa dan Ismail yang menungguinya dengan cepat? Apakah ....

"Mbak Nay! Aku mimpi Kaka kecelakaan!" Aurara bangkit dari berbaringnya. Menatap Naysa dan Ismail dengan napas memburu.

"Il, gue- gue mimpi jengukin Kaka yang koma." Di akhir kalimatnya suara Aurara melirih. Mengatur napasnya seraya menunggu jawaban dari Naysa dan Ismail.

"Mimpi aku buruk banget Mbak Nay. Mana mungkin kan Kaka biarin aku sedih lagi?"

"Il, kayanya gue kena karma karena sering ngomelin lo karena nggak baca doa sebelum tidur. Gue tadi nggak baca doa. Jadinya mimpi buruk. Buruk banget." Aurara terkekeh. Mengusap peluh di dahi.

Naysa menatap mata Aurara dalam. Lalu turun ke arah punggung tangan Aurara yang masih terlihat membiru. Naysa tak tega melihat adiknya sekacau ini dalam keadaan sakit. Fisik Aurara sakit. Batinnya juga sakit. Entah apa yang sedang direncanakan Tuhan, yang pasti, Naysa berharap itu akan berujung baik.

"Ra. Semua yang kamu bilang bukan mimpi," jelas Naysa dengan perasaan tak karuan. Entah siapa itu Kaka Naysa juga tidak kenal pasti, namun yang Naysa tahu dan rasakan, Kaka adalah salah satu orang yang sangat berarti bagi hidup adiknya.

Aurara langsung terdiam. Mengerjap memastikan jika dia tidak salah dengar.

"Mbak Nay," panggil Aurara nyaris menggeram.

Naysa menghela napas berat. Satu jam yang lalu, betapa terkejutnya Naysa saat seseorang membawa Aurara yang pingsan. Katanya, Aurara nekat melepas infus di tangannya dan berlari ke ruang inap Kaka lalu berujung pingsan karena kondisi tubuhnya masih lemah.

"Ra. Tetap di sini. Kamu masih sakit. Jangan nekat," tegas Naysa mengingat adiknya ini pasti tidak memikirkan dirinya sendiri.

Naysa ingin selalu menjaga adik-adiknya, menggantikan peran orang tuanya pada mereka. Naysa tidak mau mengalami kehilangan lagi. Sejak nenek meninggal, Naysa sudah bertekad. Naysa harus lebih tegas terhadap segala hal mengenai Aurara dan Ismail. Naysa akan lebih extra menjaga mereka dari berbagai kemungkinan buruk.

Begitupun sekarang. Melawan rasa ibanya saat melihat wajah sedih Aurara, Naysa tetap tidak akan membiarkan Aurara keluar dari ruangan ini. Setidaknya sampai Aurara sembuh total.

***

Mikhayla bersama Jaguar mengangguk kecil saat dipersilakan masuk oleh orang tua Kaka. Wajah keduanya tampak tidak begitu baik. Terlebih Mikhayla. Cewek itu tak henti mengatur napas juga menyiapkan kedua matanya untuk melihat kondisi Kaka saat ini.
Mikhayla terdiam di samping kanan tubuh Kaka yang terbaring kaku. Jaguar menelan salivanya susah payah. Betapa buruknya kondisi teman seperjuangannya ini. Jaguar tidak pernah mengira akan separah ini. Bahkan, Jaguar pikir tubuh Kaka itu sekaku dan sekeras wajahnya hingga akan kebal terhadap segalanya. Namun, Jaguar harus mengakui, Kaka lebih terlihat manusiawi di saat seperti ini.

Jaguar langsung menoleh saat mendengar suara isakan yang pasti keluar dari mulut Mikhayla. Mikhayla sudah menutup mulutnya rapat-rapat berharap suaranya tidak akan terdengar, namun sia-sia. Dadanya sakit sekali melihat Kaka, orang yang sangat dia sayangi terbaring koma seperti ini.

"Kita doain yang terbaik buat Kaka, Mik," ucap Jaguar sembari mengusap bahu Mikhayla.

Mikhayla mengangguk pelan. Hendak menyentuh tangan Kaka namun urung karena merasa takut. Lebih takut daripada saat Kaka marah-marah padanya tempo hari.

Kaka&Rara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang