Music Playing : Pelukku untuk Pelikmu - Fiersa Besari
***
Aurara membolak-balik buku milik Bima yang akan diconteknya dengan kasar. Aurara lupa-- lebih tepatnya malas-- mengerjakan PR matematika yang akan dikumpulkan saat jam pelajaran ke dua nanti. Aurara paling tidak suka pelajaran hitung-hitungan. Apalagi seperti matematika yang ada banyak rumusnya. Sangat merepotkan otak Aurara jika disuruh menghafalnya. Merasa kesal karena sedari tadi tak juga menemukan PR yang akan diconteknya, Aurara membanting buku Bima ke lantai dengan teganya.
"Astaga, buku gue rawan pecah, Ra!" seru Bima dari depan kelas. Cowok berkulit kuning langsat itu menghampiri Aurara dengan tatapan tak terima.
"Buku lo tuh nyusahin! Gue bolak-balik nggak nemu-nemu di mana PR-nya," balas Aurara tak kalah nge-gas.
"Udah nyontek, marah-marah lagi, dasar kagak tahu diri," ujar Bima santai tanpa dosa. Dia kemudian memungut bukunya, dengan dramatis memeluk dan mengelus-elus buku bergambar kartun Car-nya itu.
Jengah. Aurara merebut paksa buku tulis Bima. Hingga belum sepenuhnya buku itu di tangan Aurara, terdengar suara sesuatu yang robek. Bima histeris seketika.
"Ya Allah! Buku gue! Mobil gue!" pekiknya. Matanya memandang nanar buku yang sampulnya nyaris robek seluruhnya. Kemudian dia mengangkat kepala, menatap Aurara dengan pandangan kecewa.
"Tega lo sama gue Ra," ucapnya dramatis.
Tatapan Aurara tak berubah sejak baru datang tadi. Tatapan yang siap memakan orang. Aurara berkacak pinggang mendengar ucapan Bima. Sudah lagi emosi, Bima malah semakin menyulut api yang sudah membara.
"Bim," panggil Aurara dengan tatapan tajam.
"Apa? Lo tega Ra. Tega. Ini tuh mobil kesayangan gue. Seri sampul ini tuh langka kayak gue. Tapi apa yang lo lakuin sama dia? Lo jah—" Ucapan Bima seketika berubah menjadi erangan kesakitan. Aurara, cewek itu menggeplak keras kepalanya menggunakan buku tulisnya.
"Lo gila?!" ucap Bima tak terima. Pagi-pagi sudah mendapat 'rejeki nomplok'.
"Lo yang gila!" balas Aurara lebih tak terima. "Siniin bukunya, gue mau contek," lanjutnya lalu merebut sepenuhnya buku milik Bima.
Setelahnya Aurara mengibaskan tangannya.
"Sana pergi yang jauh," ucapnya lalu duduk dan mulai menyalin PR. Mengabaikan reaksi Bima yang misuh-misuh sembari berlalu menjauh. Alarm 'awas ada Aurara galak' berdering keras di telinga Bima. Membuat Bima lebih baik kabur saja.Nimas yang baru selesai menunaikan kewajiban piketnya menghampiri Aurara. Berdiri dan menatap Aurara penuh tanda tanya.
"Kenapa lagi, Ra?" tanyanya.
Tanpa mendongak Aurara menjawab, "Bentar. Lagi nulis."
"Yaudah gue naroh sapu dulu," ucap Nimas lalu berjalan ke bagian belakang kelas untuk meletakkan sapu ijuk. Setelahnya Nimas kembali ke bangkunya dan Aurara. Duduk di sana.
"Belum selesai?" tanyanya saat melihat Aurara masih sibuk menyalin.
Aurara berdecak. Meletakkan pulpennya kemudian menoleh pada Nimas. "Banyak banget, sih Nim PR-nya," keluhnya kesal.
"Yaiya banyak. Sepuluh soal tuh jawabannya panjang-panjang," sahut Nimas santai. Kemudian menatap buku tulis Aurara yang masih menyalin sampai dengan nomor empat. "Ah PR mah urusan lo. Salah sendiri nggak mau kerjain sendiri di rumah," lanjutnya.
"Niiiiim," rengek Aurara seperti ingin menangis.
"Iya apa? Gih cerita."
Aurara menarik napas dalam. Entah kenapa akhir-akhir ini banyak sekali masalah. Ah, terdengar lebay memang. Tapi itulah kenyataannya. Bagi Aurara, neneknya yang sakit cukup membuatnya sedih dan galau. Ditambah lagi hubungannya dengan Kaka yang semakin memburuk sejak ucapannya kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Fiksi Remaja[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...