29. Elegi

3.2K 244 17
                                    

Tak terasa, Kaka dan rombongan sudah selesai melaksanakan Olimpiade Fisika. Pagi ini, seluruh penjuru sekolah berbahagia. Kaka dan tim berhasil meraih juara 1 dan membawa piala yang sangat mereka inginkan. Tepat di hari senin, bersamaan dengan upacara seperti biasa Pak Atma selaku kepala sekolah memanggil Kaka, Mikhayla dan Jaguar di sela pidatonya untuk maju ke depan.

"Terima kasih kepada Kakanda, Mikhayla dan Jaguar telah mengharumkan nama SMA Angkasa dengan membawa pulang piala Olimpiade Fisika Nasional. Kalian telah memberikan yang terbaik untuk sekolah kita ini. Beri applause untuk mereka!" seru Pak Atma yang sontak dihadiahi sorak-sorak ramai dan tepuk tangan atas perjuangan mereka.

Kaka, Mikhayla dan Jaguar dengan suka cita tersenyum dan mengangguk.

"Selalu percayalah Anak-anak, bahwa usaha tidak akan mengkhianati hasil. Kebanyakan dari kita hanya ingin melihat hasil, nyaris lupa bahwa menikmati sebuah proses adalah benteng agar kita tidak jemawa saat berhasil nanti. Selalu mengingat bahwa kita pernah jatuh-bangun mendapatkannya akan membuat kita selalu merendah," ucap Pak Atma panjang lebar. Pidatonya mengenai mencapai impian berlangsung lama. Sekitar setengah jam. 

"Ra, lo nggak papa?" tanya Claudia yang berbaris di belakang Aurara. Pasalnya sedari tadi Aurara menunduk dan sesekali menyeka keringat di dahi.

Aurara yang dipanggil menoleh. Dia tersenyum. "Gue nggak papa."

Claudia berseru pelan. Astaga, lihatlah, wajah Aurara pucat pasi, kantung matanya sangat kentara, dan wajah hingga lehernya berkeringat. Hingga sedetik kemudian Aurara jatuh pingsan-- Claudia sempat menangkap tubuh Aurara hingga tubuh cewek itu tak sampai menyentuh paving lapangan.

"PMR! PMR!" Claudia berteriak panik. Nimas yang berbaris jauh di depan menoleh saat mendengar keributan di belakangnya. Mata Nimas memicing, mencari tahu ada apa sebenarnya. Nimas berseru tertahan saat dua petugas UKS menggotong Aurara yang terkulai lemas. Tanpa babibu Nimas keluar dari barisan-- diikuti Claudia-- membuntuti petugas UKS tersebut meski ada guru yang berseru marah karena mereka keluar dari barisan.

"Rara kenapa?" tanya Nimas khawatir pada Claudia. Mereka kini masih menuju UKS.

"Nggak tau. Tapi mukanya pucet banget tadi," jawab Claudia.

Percakapan mereka terhenti saat sudah memasuki pintu UKS. Aurara segera dibaringkan di salah satu ranjang. Bu Ayu selaku kepala UKS segera mendekat. Memeriksa keadaan Aurara.

"Gimana Bu keadaan Rara?" tanya Nimas tak sabaran saat Bu Ayu telah memeriksa Aurara.

Bu Ayu menoleh. Dia tersenyum. "Teman kamu demam. Suhu tubuhnya sedikit tinggi. Tapi tidak sampai harus dibawa ke Rumah Sakit. Dia juga kelelahan dan kurang tidur," jelasnya.

"Apa dia baik-baik saja Bu Ayu?" tanya Claudia kali ini.

"Selebihnya baik-baik saja. Dia hanya perlu meminum obat penurun panas dan istirahat dengan cukup," jawab Bu Ayu. "Saya ambilkan obatnya dulu," lanjutnya lalu berlalu pergi.

"Nayla, buatkan teh hangat," ucap Bu Ayu pada salah satu anggota PMR yang berjilbab. Cewek itu pun mengangguk dan berlalu pergi.

Nimas dan Claudia mendekat. Claudia berkaca-kaca. Biasanya Aurara itu tukang ngomong, banyak tingkah dan biduannya IPS 2. Melihatnya terkulai lemah seperti ini membuat Claudia sedih. Sementara Nimas, raut mukanya terlihat sangat khawatir.

"Lo bisa sakit, Ra?" ujar Claudia tiba-tiba. Dia menatap lekat wajah pucat Aurara. Tau tidak akan dijawab, Claudia kembali diam. Nimas dan Claudia bergelut dengan pikirannya masing-masing hingga suara petugas UKS memecah hening.

"Permisi," ucap petugas yang berjilbab tadi. Cewek itu membawa segelas teh hangat, air putih dan beberapa obat di atas nampan.

Meletakkan nampan di meja samping ranjang, petugas itu berjalan mendekat ke tubuh Aurara. Dia mengeluarkan minyak kayu putih dari kantong jas PMR-nya, kemudian dengan hati-hati menghirupkannya dekat hidung Aurara.

Kaka&Rara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang