Aurara mondar-mandir dengan gelisah. Alisnya berkerut samar disertai bibir yang digigit dalam. Di tangannya teregegam dua lembar uang berwarna merah.
"Mau sampe kapan lo mondar-mandir kayak gitu?" Nimas yang sedari tadi duduk manis membaca novel mendongak. Pusing melihat temannya itu mondar-mandir tanpa henti.
Aurara menoleh pada Nimas. Dia mengerang frustasi. "Sampe gue nemu ide gimana caranya balikin duit Kaka tanpa nemuin dia, Nim."
"Emangnya kenapa, sih kalo nemuin Kak Kaka langsung? Lo takut dibully lagi pas di jalan?" tanya Nimas kemudian menghela napas berat.
Mengingat tidak mudahnya perjalanan mereka menuju perpustakaan beberapa menit lalu.Aurara terdiam. Dia berbalik dan berakhir duduk di sebelah Nimas. Jujur saja, Aurara tidak siap saat di sepanjang perjalanan dia harus disuguhi dengan tatapan para siswa yang menatapnya dengan pandangan seolah dirinya itu penjahat. Ditambah lagi ada beberapa yang terang-terangan mengoloknya.
"Itu lebih mending daripada gue harus ketemu Kaka, Nim," jawab Aurara akhirnya.
"Kenapa, sih lo? Aneh banget."
"Gue bilang kalo gue bakal jauhin Kaka. Gue nggak akan ganggu dan kejar dia lagi. Dan ... gue bilang kalo gue bisa cepet move on," ungkap Aurara. Tidak terbiasa menyembunyikan sesuatu dari Nimas.
Nimas diam beberapa detik, hingga kemudian terpingkal. Buku di tangannya nyaris jatuh. Tawanya baru berhenti saat ada pengunjung perpus yang lain melirik dan menyuruhnya untuk jangan berisik.
"Ih, lo kenapa ketawa?" Aurara memukul lengan Nimas pelan.
Nimas memegangi perutnya yang terasa kaku. Menuntaskan sisa-sisa tawanya lalu menatap Aurara jenaka.
"Emang bisa laksanain itu semua?"
Aurara memberenggut. Dagunya lalu terangkat angkuh. "Bisa dong gue!"
"Bisa nyeselnya?" Nimas sontak menutup mulutnya. Nyaris saja dia tertawa lagi.
"Serius bisa move on!" seru Aurara yakin. Namun sedetik kemudian. "Semoga serius bisa," lanjutnya lemah.
Aurara tahu ini tidak akan mudah. Aurara telah lama memendam perasaan pada Kaka. Belum lama Aurara menyatakan terang-terangan perasaannya, perasaannya harus kembali dikubur dalam-dalam. Dipaksa berhenti itu menyakitkan. Dipaksa mundur itu tidak adil. Namun diberi harapan palsu lebih menyakitkan dan tidak adil lagi. Nyatanya, Aurara tidak punya pilihan, maju atau mundur akan tetap membuatnya sakit.
"Ra, dengerin gue." Nimas menggenggam kedua tangan Aurara. "Kalo berhenti bisa buat lo nggak sakit hati-sakit hati lagi, terusin. Tapi kalo berhenti justru bikin lo makin tersiksa,-" Nimas menggeleng sebagai lanjutan kalimatnya.
"Nggak Nim. Gue nggak akan menyesal secepat ini," tolak Aurara merasa yakin dengan keputusannya. Bukankah sebuah awal baru itu memang terasa asing dan susah untuk dilakukan?
Nimas tersenyum. "Semua terserah sama lo, Ra. Gue sebagai sahabat akan support apapun yang lo pilih. Asal itu baik."
"Gue pasti bisa, Nim. Gue akan balikin harga diri gue yang sempet gue jatuhin demi Kaka." Aurara balas tersenyum menatap sang sahabat. Di balik ucapannya masih terdengar keraguan, namun keyakinannya masih jauh lebih banyak.
"Nim!! Ini uangnya gimana?!" Teringat uang yang digenggamnya membuat Aurara seketika panik lagi.
Nimas mengangkat alis. "Udah jelas, kan? Sebelum lo ingin BISA move on dari dia. Lo harus biasa aja pas ketemu dia."
***
"Kaka tumben amat maennya pake nafsu gitu," bisik Zidan pada Seno yang tengah meneguk minuman dinginnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/184402218-288-k695750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Novela Juvenil[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...