16. Nasi Goreng Cinta

3.5K 205 6
                                    

"Gimana cah ganteng? Udah diputusin belum?" Suri yang baru saja keluar rumah segera duduk di bangku kayu sebelah sang adik yang tersekat meja kayu bundar. Dia menatap Kaka antusias seperti anak TK yang akan mendapatkan satu toples permen loli.

Kaka hanya berdehem. Memilih fokus mengikat tali sepatunya yang baru terpasang sebelah. Entah karena apa, mood nya pagi-pagi begini sudah sangat buruk.

"Dia marah nggak? Nangis?" tanya Suri kepo. Sejak kemarin dia ingin bertanya, tapi sayang dia kemarin ada acara di kampus sampai malam. Alhasil sesi wawancaranya dia ganti pagi ini.

Kaka berhenti dari mengikat tali sepatunya, menatap Suri serius lalu berdecak. "Nangis, tapi nggak marah."

Suri mengangguk-angguk. "Hm. Dia nggak marah-marah ya? Lo putusinnya bilang gimana?"

"Ya gitulah," jawab Kaka apa adanya. Kemudian sibuk kembali dengan sepatunya.

"Dia bukan cewek biasa Ka." Suri memicingkan mata, alisnya bertaut bak seorang proffesor yang berpikir keras tentang proyeknya.

"Apa? Dia cewek Hulk?"

"Ijo, dong?" Setelah mengatakan itu Suri tertawa ngakak sembari membayangkan salah satu kartun hijau besar itu. Kaka yang melihat mengernyit heran. Apanya yang lucu?

"Berisik lo. Gue berangkat," pamitnya lalu beranjak berdiri dan memakai ranselnya. Begini-begini, isi ransel Kaka lengkap buku pelajaran hari ini. Tidak kempis seperti ransel kebanyakan temannya.

Suri yang asik tertawa sontak menghentikan tawanya dan berlari mengikuti Kaka yang berjalan santai menuju motornya.

"Eh, cah ganteng, gue nebeng ke minimarket depan, oke?" Belum mendapat persetujuan sang adik, Suri sudah meloncat naik ke jok motor belakang. Kaka mengeluh dalam hati, tidak bisakah kakaknya itu berkelakuan layaknya cewek normal? Gaya slengean begitu siapa yang akan suka?

Alhasil Kaka hanya mengangguk saja. Namun saat hendak memasang helmnya, dia berdecak menyadari sesuatu. "Lo bisa nggak kalo pake baju tuh yang bener dikit?"

Suri mengangkat alis. Menunduk memperhatikan pakaiannya kali ini. Kaus oblong hitam selutut yang menutupi celana pendeknya dan rambut yang dia ikat asal.
"Mananya yang salah?" tanyanya pada Kaka yang misuh-misuh.

"Kaos lo tuh kayak keset," jawab Kaka kesal. Dia pun memakai helm sembari terus mengomeli penampilan Suri. "Tanggung jawab kalo di jalan ada orang yang ngira gue bonceng gembel."

Suri memukul helm Kaka cukup keras. "He, es batu, kaos mahal begini lo bilang keset? Muka lo tuh kembaran sama keset," balasnya tak kalah pedas.

"Turun! Mau nebeng malah ngatain," usir Kaka lalu menarik lengan Suri untuk turun dari motornya.

Suri sontak nyengir lebar. "Galak amat sih. Oke, gue cantik gue diem."

Kaka berdecak sekali lagi, namun tak mau membuang waktu lagi dengan berdebat dia pun segera memasang helmnya dengan benar dan mulai menyalakan motornya lalu melajukannya hingga terdengar suara jeritan kaget dari belakang.

"AAAAA BUNDA! Jangan kenceng-kenceng goblok bawanya! Gue mau kejungkel!" seru Suri saat Kaka melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Kaka tersenyum puas di balik helmnya.

***

"Bimaaa."

"APA?!"

"Buset, galak amat, sih." Aurara mundur selangkah. Terkejut Bima membentaknya.
Bima hanya melengos saja dan sok sibuk berbicara dengan bangku belakangnya. Masih kesal pada Aurara karena sudah menjambaknya kemarin. Ya kalau nggak sakit, lah ini sakit sampe ke syaraf-syarafnya.

Kaka&Rara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang