"Ini ayo dimakan, diminum semuanya, Zidan, Seno, Ilham," ujar Selita sembari meletakkan empat gelas jus jeruk dengan berbagai macam camilan di atas meja ruang tengah.
Sambil meraup kacang goreng, Zidan berucap, "Makasih Bunda. Bunda ter-the best emang."
Selita tertawa. Sahabat Kaka memang diminta Selita untuk memanggilnya Bunda saja, biar lebih akrab dan tak ada jarak. "Kamu bisa aja Zidan. Kalo Bunda ter-the best, Mama kamu apa?"
Zidan mengusap dagu, berpikir. "Kalo Mama super duper the best, dong!" serunya akhirnya.
"Kenapa begitu? Nggak sama kayak Bunda?" Selita bertanya. Menggoda Zidan.
"Enggak sama. Karena Mama kasih Zidan uang dan banyak makanan. Kalo Bunda, kan nggak kasih Zidan uang." Zidan nyengir.
"Yaiyalah gak ngasih, emang lo siapa?" Kaka yang baru saja turun setelah mandi berucap ketus. Rambut cowok itu terlihat masih basah.
"Gue, kan Zidan, calon anak angkat Bunda," jawab Zidan bangga. Seolah dia akan diangkat menjadi anak saja.
"Mimpi!" sergah Seno untuk pertama kali. Dia bahkan memberi bonus menjitak kepala Zidan.
"Bunda udah punya dua anak. Kata pemerintah, dua anak lebih baik. Jadi, gak mungkin lo diangkat jadi anak. Lagian lo berat, Dan." Ilham menimpali dengan pemikiran logisnya. Dia menaikkan kedua alis bingung saat Zidan akan memukulnya namun dicegah Seno. "Kenapa?" tanyanya polos.
"Nggak papa, Ham, lo gak salah, lo gak salah." Seno yang sudah terbiasa mejadi wasit antar keduanya menenangkan. Jika Ilham adalah cowok dengan semua pemikiran logisnya yang terkadang bikin kesel, Zidan adalah cowok dengan tingkat emosional yang mudah sekali tersulut. Sangat serasi.
"Gue emang nggak salah. Peraturan Keluarga Berencana masih menetapkan kalo dua anak lebih baik, kan? Apa udah diubah jadi dua anak lebih, baik? Iya, Sen, Dan?" Ilham bingung. Apa dia ketinggalan informasi?
"Nggak, kok Ham. Masih sama. Yang berubah malah perasaan dia ke gue." Seno jadi galau sendiri, mengingat Dilla tak kunjung menerima perasaannya.
Ilham mengernyit. "Berubah? Bukannya dari dulu Dilla nggak suka sama lo, ya?" Lagi-lagi Ilham bertanya dengan polosnya.
Seno menunduk dalam mendengar perkataan Ilham. Benar juga yang dibilang Ilham. Zidan yang sedari tadi sibuk menahan agar tak memukul Ilham seketika melotot pada cowok berambut ikal tersebut.
"Ham, lo itu bego apa gimana? Tuh, liat, Seno jadi sedih begitu gara-gara omongan lo tadi. Udah ditolak, lo katain begitu lagi dia. Temen macem apa lo?!" Zidan bersungut-sungut. Dia kemudian menepuk-nepuk pundak Seno menenangkan.
"Gue nggak ngerti maksud lo apa. Tapi Dilla emang gak suka Seno dari dulu, kan Dan?" Ilham terus bertanya. Dia masih belum mengerti kenapa Zidan malah marah.
Tak tahan lagi, Zidan melangkah cepat menghampiri Ilham yang duduk di atas sofa-- dirinya dan Seno tadi duduk di bawah-- dan tanpa aba-aba langsung mengapit leher Ilham lalu menjepit hidung Ilham hingga tak bisa bernapas. Tak puas, Zidan memukul perut Ilham cukup keras.
Selita yang melihatnya panik, dia menarik lengan Kaka agar memisah dua remaja itu.
"Ka, pisah temen-temen kamu, kasihan Ilham," pekiknya.Kaka sedari tadi hanya menatap datar sambil melipat tangan di dada. "Udah biasa, Bunda," jawabnya singkat.
"Ah, kamu mah," keluh Selita saat melihat tanggapan sang anak. Tak mau rumahnya menjadi ring tinju, Selita menghampiri kedua remaja itu kemudian tanpa ampun menjewer telinga mereka bersamaan.
"Aw, sakit Bunda," rengek Zidan. Dia sampai berjinjit karena tarikan di telinganya.
"Bunda, perut Ilham sakit, napas Ilham setengah-setengah, kuping Ilham sekarang juga nyeri," adu Ilham. Berharap dengan keluhannya tersebut Selita mau melepaskan jewerannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/184402218-288-k695750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Roman pour Adolescents[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...