Setelah degup jantung berdetak cepat, akhirnya mereka pun sampai di UKS. Siswa yang berjaga segera menghampiri saat ada yang masuk dan membawa orang terluka.Kaka menurunkan Aurara di salah satu ranjang yang kosong. "Cepet obatin lutut dia," suruhnya pada kedua siswi yang memakai baju khas PMR.
Kedua petugas itupun mengangguk lalu dengan cekatan mengambil kotak P3K dan sebagainya untuk mengobati lutut Aurara. Sementara Kaka langsung keluar begitu saja.
"Kaka! Mau kema— aww," pekikan Aurara tertahan. "Pelan-pelan, dong. Kalian ini nggak ada lembut-lembutnya." Aurara mencebik sembari mencoba mengusap airmata dan pipinya yang basah.
Kedua petugas itu geleng-geleng kepala. Beberapa menit, lutut Aurara sudah ditutup oleh perban. Salah satu dari mereka pergi mengembalikan kotak P3K dan sebagainya sementara yang satunya masih sibuk membersihkan bagian kaki Aurara yang terkena pasir dengan tisu basah.
"Udah lama jadi petugas UKS?"
Petugas UKS ber-name tag Laila itu mendongak saat mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh pasiennya ini.
"Iya, Kak, udah dari kelas sepuluh," jawab Laila sembari tersenyum.
Aurara manggut-manggut. "Sekarang kelas berapa?"
"Sebelas."
Aurara berseru, "Wah, sama dong! Kelas apa?"
"IPA 5."
Aurara mengangguk. “Di situ banyak cogan, kan?”
Laila tertawa. "Udah selesai. Luka kamu nggak begitu parah. Dalam beberapa hari bisa kering. Tapi memang agak ngilu saat dipakai buat jalan. Aku balik ke depan dulu. Semoga cepet sembuh." Di akhir kalimatnya Laila tersenyum lalu menutup tirai ranjang Aurara.
Aurara mengangguk lalu melambaikan tangan. "Ah, gak asik, gak bisa diajak ghibah panjang."
***
Kaka tergesa-gesa kembali ke dalam UKS setelah membeli teh hangat di kantin dan juga sebungkus roti. Jujur saja, Kaka sedikit khawatir. Namun sampai saat ini dia belum memastikan apa perasaannya pada Aurara. Rasanya, terlalu singkat jika dia mengakui sudah menyayangi Aurara. Jika dihitung, sudah dua minggu dia dan Aurara berpacaran. Masih sedikit sekali yang dia tahu tentang Aurara. Begitupun sebaliknya.
"Ih, kamu tadi kemana, sih? Masa aku ditinggal begitu aja? Aku, kan butuh kamu buat dipeluk, tadi diobatinnya sakit, tau!"
Kaka diam. Baru juga masuk, sudah disambut suara cerewet itu.
"Minum," suruh Kaka dan menyerahkan segelas teh hangat. Dia kemudian meletakkan sebungkus roti yang dia beli di atas paha Aurara.
Aurara menurut, dia meminum teh hangatnya dengan khidmat hingga tinggal setengah. Melihat Aurara sudah selesai minum, Kaka mengambil alih gelas dan menghabiskannya dalam satu teguk.
"Kok, diminum, sih? Itu, kan punya aku," protes Aurara. Siapa tau dia nanti haus lagi, kan.
Kaka meletakkan gelas di atas meja. Dia menaikkan sebelah alis. "Yang beli siapa?"
"Kamu," jawab Aurara.
"Yaudah."
"Ih, tapi itu, kan punya aku. Yang sakit, kan aku. Harusnya aku yang ngabisin, dong!" Aurara merengek protes. Dia haus sekali setelah menangis tadi.
"Kata siapa punya lo?" tanya Kaka. Dia menarik kursi dan mendudukinya. Menatap Aurara lurus.
"Kan, kamu bilang tadi! Ih gimana, sih?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Teen Fiction[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...