Aurara mengeratkan jaket rajut yang membungkus badannya. Sengaja menggerai rambutnya berusaha menutupi tengkuknya dari angin. Aurara merasa kedinginan. Entah karena cuaca yang sedang berada di atas rata-rata atau memang karena badannya yang masih demam. Aurara memilih masuk sekolah satu hari setelah pulang dari Rumah Sakit. Berbaring di kamar tanpa melakukan kegiatan apapun akan membuatnya semakin leluasa memikirkan banyak hal dan berakhir stres.
Jujur saja, Aurara sedikit merasa lebih baik. Meski sudah jelas masalahnya belum ada yang terselesaikan. Namun Aurara sudah hidup selama tujuh belas tahun. Selama itu pula melewati banyak hal. Aneh jika dia tidak belajar dari semua manis pahit hidupnya selama ini. Sekarang, Aurara lebih bisa bersyukur. Menerima dengan lapang dada segala keputusan Tuhan meski itu bukan harapannya. Hidup itu memang pilihan, tapi tidak dari semua yang bisa kita pilih.
Ternyata Aurara juga salah. Kehadiran mamanya tidak terlalu buruk untuknya. Bahkan dengan adanya mamanya, perasaan Aurara jauh lebih baik. Nasihat dan segala perkataannya dapat membuat Aurara merasa tidak seburuk itu. Hidupnya tidak semenyedihkan itu. Dan yang membuat Aurara senang, mamanya berjanji akan selalu berada di sisi anak-anaknya. Tinggal bersama lagi.
Jika banyak sumber kekuatan Aurara pergi. Gantinya akan datang lebih banyak lagi.Dooorrr!!
Aurara berjingkat kaget saat baru saja membuka pintu kelasnya. Nyaris tidak berkedip menyaksikan pemandangan di depannya. Di dalam kelas, berdiri semua teman-temannya dengan wajah gembira. Menatapnya seolah sudah menunggu kehadirannya dari tadi. Beberapa dari mereka membawa kertas bertuliskan berbagai macam kalimat dan sebuah benda mirip peluit yang berbunyi nyaring. Aurara beralih menatap ke bagian depan kelas. Di papan tulis, tertulis besar-besar kalimat 'WELCOME HOME AURARA' dengan gaya huruf yang lucu.
"Selamat datang kembali di kediaman tempat para cogan, Ra!"
Itu suara Bima.
"Para cecan juga, dong, Bim!"
Dan itu suara Claudia.
Aurara langsung menoleh ke sisi kanan. Terdiam mendapati Bima berdiri di tengah-tengah para teman-temannya dengan sebuket bunga di genggaman. Claudia dengan sekantong makanan juga Nimas yang menatapnya dengan senyuman..
"Jangan sakit-sakit lagi ya, Ra."
"Gue kangen lo omelin pas tidur ngorok, Ra."
"Bagas ketakutan tuh pas jam olahraga. Takut disuruh mimpin pemanasan dan nggak ada lo yang sukarela gantiin."
"Gue kangen ghibah sama lo, Ra."
"Empat hari ditinggal lo, si Bima galau gak ada temen ngerusuh."
Dan masih banyak lagi ocehan teman Aurara yang mampu membuat hati Aurara menghangat.
"Lama banget sih sakit lo, Ra. Gue jenguk dua hari lalu katanya udah sembuh. Lah sampe empat hari gak masuk-masuk juga. Mau jenguk lagi nggak dibolehin sama Nimas," celoteh Bima lalu melirik Nimas yang dibalas Nimas dengan putaran bola mata malas.
"Iya bener banget," sahut Claudia. Lalu maju dan melotot kaget saat menyentuh kedua bahu Aurara. "Astaga, Ra! Lo kok jadi kurus?!"
Aurara tertawa. Tawa paling tulus dan tidak dibuat-buat. "Gemukinnya lagi gampang, kok. Makasih." Aurara langsung merebut kantong yang berisikan penuh minuman dan makanan yang ada dalam pelukan Claudia untuk dia peluk. Lantas beralih merebut bunga yang Bima genggam.
"Gue emang 1000% ngangenin banget. Jujur gue terharu diginiin kalian. Disambut lagi setelah beberapa hari nggak masuk kaya gini. Ya ampun, sampe-sampe kalo bisa, gue peluk kalian satu-satu. Tapi kayanya pelukan gue terlalu berharga, jadi sebagai gantinya gue ucapin makasiiiiiihhh banget. Rara sayang kalian," cerocos Aurara lalu dengan susah payah membentuk saranghaeo pada jarinya. Memberikannya pada teman-temannya lengkap dengan senyuman terbaiknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/184402218-288-k695750.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaka&Rara [Completed]
Ficção Adolescente[DISARANKAN FOLLOW TERLEBIH DAHULU BIAR KEREN KAYAK SAYA] ___________ Brukk Tubuh Kaka ambruk saking terkejutnya. Aurara, cewek itu tiba-tiba melompat naik ke punggungnya, yang otomatis membuat Kaka tersungkur ke depan karena sama sekali tidak siap...