50. Pengakuan

3.4K 227 25
                                    

Tak terasa, UTS sudah berakhir. Semua murid sudah bisa bernapas lega. Mereka pulang dengan raut bahagia, senang bisa main sepuasnya setelah ini. Hanya tinggal menunggu hasilnya beberapa hari lagi saja.

Selama itu pula hubungan Aurara dan Kaka berjalan seperti kemauan Aurara. Ada perasaan sedih dalam hati Aurara. Aurara kira Kaka akan bersikeras menolak keinginannya dan tetap menghubungi dan menemuinya.

Namun, nyatanya tidak. Kaka benar-benar seperti hilang ditelan bumi. Tidak sekalipun Aurara bertemu Kaka di lingkungan sekolah. Entah sengaja atau memang Kaka fokus dengan ujiannya.

"Ra!" Aurara tersentak saat sebuah suara beserta tepukan di pundaknya membuyarkan lamunannya. Aurara meluruskan pandangan, di depannya, Bima dengan motor maticnya sudah siap untuk mengantarkannya pulang.

"Hobi lo ngelamun mulu, sih, Ra akhir-akhir ini," ujar Bima tak habis pikir. Sering sekali Bima memergoki Aurara yang melamun.

Aurara menghela napas pelan. Meremas kedua ujung tali ranselnya. "Gue kepikiran Kaka, Bim," ujarnya. Tak ada gunanya
menyembunyikan ini dari Bima, temannya.

Bima diam sejenak. Memperbaiki helmnya. "Yang minta dijauhin siapa yang galau siapa. Cewek."

"Ya tapi tetep aja. Cewek maunya kan diperjuangin. Kalo berjuang itu berarti tanda sayang. Masa Kaka enggak sayang gue?" tanya Aurara dengan wajah hampir menangis.

"Udah seminggu tau. Kok Kaka kuat enggak ketemu gue. Enggak kangen gue gitu? Gue aja kangen," tambah Aurara lagi. Aurara tampak sangat galau. Dia menghentakkan kakinya kesal sembari memutar bola matanya ke segala arah.

Aneh sekali. Aurara masih sering berpapasan dengan Zidan, Seno dan Ilham. Namun tidak sekalipun Aurara melihat Kaka bersama mereka. Meski Aurara memang meminta mereka agar berjauhan dulu, tetap saja Aurara ingin melihat Kaka, meskipun sesekali.

"Tapi semoga gue sama Kaka bisa lebih baik lagi, sih selanjutnya. Ah, pokoknya pengen kayak dulu lagi."

"Tapi, Bim. Kangeeen."

"Apa lo sesayang itu, Ra sama Kaka?"

Sedari tadi berbicara tanpa jeda, Aurara sampai tak menyadari perubahan raut Bima. Cowok itu akirnya mengeluarkan suara setelah terdiam cukup lama dan hanya mendengarkan Aurara yang mengeluarkan seluruh kesahnya.

Aurara mengangguk cepat. "Sayang banget, Bim."

Bima tersenyum aneh. Cowok itu menghela napas panjang. "Ra."

"Apa? Masih nggak percaya?"

Bima tiba-tiba meraih satu telapak tangan Aurara. Membuat Aurara terkejut bukan main. Apalagi tatapan Bima yang berubah tidak seperti biasanya yang selalu terkesan humoris.

"Dosa nggak, sih gue suka sama lo, Ra?"

Bagai disambar petir, Aurara sontak terdiam kaku dengan mata melebar tak percaya. Aurara seperti kehilangan kata-kata tak bisa membalas.

"Entah gue yang nggak nyadar atau emang ini baru gue rasa, yang gue tahu sekarang gue suka sama lo, Ra," ujar Bima lagi terdengar serius. Ditatapnya Aurara dalam. Berharap Aurara mengerti dan mempercayai ucapannya.

Aurara benar-benar seperti kehilangan jiwanya. Hendak bergerak tidak bisa, membalas pun rasanya lupa bagaimana cara menggerakkan bibir. Tidak lebay, namun Aurara betulan terkejut atas pernyataan Bima.

Kaka&Rara [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang