01. Ragas Sadewa Nugroho
"WOY! BISA NAIK MOTOR NGGAK SIH! YANG BENER DONG KALO JALAN!"
Mencoba tidak peduli akan sumpah serapah dari orang lain, Ragas berusaha untuk fokus pada jalanan cukup padat yang sedang dilaluinya. Lima menit lagi bel masuk sekolah sudah berbunyi, dan sebisa mungkin ia agar tidak terlambat lagi. Sudah tiga hari berturut-turut Ragas mendapatkan tudingan mulut pedas dari Bu Mumun. Dan kemarin, guru BK tersebut sudah mengancam Ragas dengan raut muka kelewat serius. Jika ancaman yang diberikan berupa memunguti sampah plastik, hormat kepada tiang bendera, ataupun lari lapangan sepuluh putaran, Ragas bisa cuek bebek menghadapinya. Tapi, hukuman Ragas lebih ngeri dari itu.
Dia terancam di keluarkan dari sekolah!
Dengan tatapan tajam, Ragas memfokuskan pandangannya pada jalanan. Kedua alisnya yang tebal hampir menyatu, sedangkan otot tangannya memegang stang motor dengan gagah. Ragas sudah merapal doa di dalam hati sebanyak tiga kali. Berharap agar kali ini nasib baik menimpa dirinya.
Memang mustahil rasanya mengejar waktu yang sudah habis. Ketika motor sport berwarna merah milik Ragas sudah mencapai depan gerbang sekolahnya, terpaksa saja cowok itu turun dari motor. Gerbang sudah di tutup, dan artinya ia terlambat. Sial!
Ragas berjalan pelan mendekati gerbang dengan rahang yang sudah mengeras karena kesal. Bisa-bisa ia diamuk masal oleh para guru BK. Tidak! Ragas harus bisa masuk dan lolos dari kejaran Bu Muntreng alias Bu Mumun.
"Hei elo!" Tak sengaja melihat dua orang yang sedang bercengkerama, Ragas segera memanggilnya. Tujuannya cuma satu, ingin meminta mereka untuk membukakan gerbang sialan dihadapannya ini.
Menyadari jika panggilannya tidak digubris, Ragas dibuat kesal. Cowok itu menunduk, mengedarkan pandangannya, kemudian mengambil kerikil. Langsung saja ia melempar ke arah dua orang yang tidak menghiraukan panggilannya itu.
"Woy monyet!" panggil Ragas lagi. Intonasi suaranya naik beberapa oktaf, tatapan tajam cowok itu kini terlihat dengan jelas.
Akhirnya, dua orang yang Ragas panggil tadi menoleh juga. Terlihat mereka yang berjalan mendekati Ragas, lalu tanpa bertanya maksud dan tujuan kenapa Ragas memanggil, salah satu di antara mereka sudah membuka gerbang.
Satu alis Ragas naik beberapa senti. Kemudian ia mengendikkan bahu. Bagus kalo peka, pikirnya.
"Gue panggilin dari tadi nggak pada nyaut! Pacaran tuh di kolong jembatan, jangan di sini!" omel Ragas memberikan pelototan tajam. Cowok itu menggertakkan giginya, kemudian berbalik badan dan berjalan untuk mengambil motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Fiksi Remaja"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...