34. SISI LAIN SEORANG RAGAS

1.1K 123 80
                                    

Update!

Nggak nunggu lama kan? Iyalah, baru update malam tadi. Hati-hati, jaga hati kalian waktu baca chapter ini. Ada kejutan di dalamnya 😆

Selama membaca ya!

"Dinda kok belum turun juga, tumben banget ma," ujar Ragas kepada mamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Dinda kok belum turun juga, tumben banget ma," ujar Ragas kepada mamanya. Ia membelokkan tatapan, memandangi kursi kosong di sampingnya.

Melati terlihat mengembuskan napas panjang. "Badan Dinda panas, dia lagi tiduran tuh di kamar. Hari ini mama larang di berangkat sekolah. Mama nggak mau Dinda malah tambah sakit."

"Ha? Sakit? Kemarin kayaknya baik-baik aja kok ma," jawab Ragas panik. Ia menggeser kursi ke belakang dengan cepat, lalu dilanjutkan bangkit berdiri. "Ragas mau ke kamar Dinda dulu. Ragas minta tolong sama mama siapin bekal aja, biar Ragas makan di sekolah nanti. Oh ya, sama buatin bubur buat Dinda ma."

Tanpa menunggu ucapan dari mamanya, Ragas berjalan cepat menjauh dari meja makan hendak menuju kamar Dinda. Ia sudah sangat khawatir, takut Dinda kenapa-napa. Di meja makan, Melati dan Adam saling berpandangan dan melempar senyuman.

"Anakmu itu Pa, Ragas emang bandel dan sering berantem. Tapi kalo soal Dinda, dia memang sayang banget," ujar Melati.

Adam mengangguk setuju dengan kalimat yang terucap dari bibir mungil istrinya. "Iya, papa seneng lihatnya kalo Ragas bisa jagain Dinda."

Sementara itu, Ragas berdiri di hadapan pintu kamar adiknya. Ia menghela napas pendek dan mengetuk daun pintu agak keras, hingga akhirnya ia mendorong pintu. Rupanya kamar Dinda tidak di kunci.

Ragas berjalan menghampiri Dinda yang terbaring. Matanya terpejam rapat, bibirnya pucat dan bergetar. Selimut tebal membungkus tubuh gadis itu sampai dagunya. Ragas mengambil posisi duduk di bibir ranjang. Kemudian ia mengecek suhu tubuh Dinda dengan cara meletakkan punggung tangannya di dahi adiknya. Hangat, batin Ragas.

Mata Dinda kemudian terbuka. Ia agak terkejut melihat kehadiran Ragas di kamarnya. Dinda mengerang kecil, lalu ia mencoba untuk duduk, tapi buru-buru Ragas mencegahnya. Ragas menyuruh Dinda agar tetap terbaring di kasur.

"Dinda pusing?" tanya Ragas lembut.

Dinda mengangguk, "dikit," ujarnya.

"Badan Dinda panas, tunggu di sini bentar, ya? Kakak ke dapur dulu."

Tanpa menunggu sebuah jawaban yang terucap dari bibir adiknya, Ragas pun bangkit dari duduknya, menatap Dinda sebentar sambil tersenyum tipis, kemudian membalikkan tubuhnya dan berjalan keluar.

Beberapa menit kemudian Ragas kembali sembari membawa nampan yang diatasnya terdiri atas mangkuk yang berisi bubur, lengkap dengan sendok dan gelas yang berisi air putih. Bukan cuma itu, Ragas juga membawa air kompresan serta handuk kecil.

Ragas meletakkan nampan di nakas samping tempat tidur, ia mengambil baskom dan memasukan handuk ke dalam air hangat. Memerasnya beberapa detik, kemudian mengarahkan handuk lembut itu ke kening adiknya.

How to Burn the Bad Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang