61. TERCENGANG

1K 121 61
                                    

Ada yang kangen cerita ini update nggak?

Mohon maaf kemarin nggak bisa update karena lagi males banget buat nulis huhu..

Dan chapter ini belum sempat aku revisi. Mohon kasih tau aku ya kalo menemukan typo, nanti bakal aku langsung ubah.

Terima kasih dan Happy Reading 💓


Ralin dapat melihat sorot penuh terkejut yang terpampang secara nyata dikedua bola mata papanya. Seiring detik berjalan, cekalan tangan papanya mengendur, hingga akhirnya Ralin bisa membebaskan diri.

Cewek itu mundur satu langkah, dan ketika ia menoleh menatap mamanya, Ralin juga melihat jika wanita tersebut nampak terkejut. Raut wajahnya terlihat menegang. Tentu saja kedua orang tuanya shock mendengar kabar yang baru saja Ralin ucapkan.

Kenta dan Erna saling pandang dengan tatapan bingung. Hal itu membuat Ralin terpaksa menjelaskan kepada mereka. Mula-mula ia menarik napas panjang, mengusap pipinya yang penuh dengan air mata, lalu ia kembali menatap kedua orangtuanya satu persatu.

"Ralin bakal jelasin ke kalian, tapi nggak sekarang. Ijinkan Ralin nemuin Ragas dulu. Nanti Ralin bisa jelasin semuanya," ujar Ralin sambil melangkah mundur. Ia kemudian berbalik badan dan berjalan cepat, menghampiri Ragas yang terkulai tidak sadarkan diri di lantai yang dingin.

Ralin langsung mendudukkan dirinya di dekat Ragas. Melihat cowok itu membuat kedua bola mata Ralin kembali terasa panas. Ia menahan tangisnya dengan cara menggigit bibir bagian bawahnya. Ralin menggeleng pelan, kemudian ia meletakkan kepala Ragas di pangkuannya.

Tak kuat menahan gejolak hatinya yang terasa perih, juga pandangannya yang mengabur karena air matanya yang terus berdesakan keluar, akhirnya Ralin menangis. Air matanya yang turun langsung menetes di wajah Ragas.

Diusapnya pelan pipi cowok itu. "Ragas, maafin aku hiks ...." Ralin memejamkan matanya sejenak. Dadanya begitu sakit melihat Ragas yang seperti ini. "Ragas, bangun Gas." ujarnya lirih.

Diguncangnya tubuh Ragas dengan gerakan cepat, tapi Ragas belum kunjung sadarkan diri. Hal itu membuat Ralin semakin terisak sakit. "Ragas, ayo bangun. Aku sayang sama kamu. Aku nggak bermaksud ..." Ralin berhenti berkata karena menahan sesak yang kini mulai menyergapnya. Ia kemudian kembali melanjutkan kalimatnya. "Aku nggak bermaksud hiks ... Nolak keinginan kamu. Aku sayang kamu Ragas."

Air mata Ralin jatuh menetes tepat di kelopak mata Ragas. Bagaimana bisa Ralin terlihat baik-baik saja sementara wajah Ragas penuh dengan lebam? Belum lagi jika Ragas tidak sadarkan diri seperti ini. Ralin sangat takut kehilangan Ragas.

Ragas mencengkeram kuat kaus yang Ragas kenakan. Cairan bening semakin deras mengucur dikedua pipinya. Ralin kemudian memejamkan matanya cukup lama. Ia menangis sesenggukan. Perih rasanya menerima berbagai luka. Hingga akhirnya, secara tiba-tiba, tanpa Ralin duga-duga sebelumnya. Pipinya merasa diusap pelan oleh sebuah jari.

Lantas, Ralin membuka kelopak matanya dan langsung terkejut melihat Ragas yang masih setengah sadar. Ralin bertambah menangis keras. Tangan Ragas masih berada pipinya, dan Ralin membiarkan itu. Ia menatap wajah Ragas meskipun pandangannya mengabur karena air mata.

Ragas tersenyum tipis kepada Ralin.

"Ragas ..." gumam Ralin lirih. Begitu terharu ia melihat Ragas yang sudah sadar. "Kamu nggak papa? Kamu masih sakit?" tanya Ralin khawatir.

Ragas hanya memejamkan matanya pelan. Dan itu membuat Ralin langsung terbalalak kaget. Ia mengguncangkan tubuh Ragas untuk yang kesekian kalinya. Takut jika Ragas akan tidur lagi. "Ragas ..."

Kembali Ragas membuka kelopak matanya dan menatap Ralin sambil menahan ngilu yang tubuh dan wajahnya rasakan. Jari tangannya masih bergerak mengusap wajah Ralin yang penuh dengan cairan bening.

How to Burn the Bad Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang