09. TIDAK NYAMAN

2K 218 57
                                    

09. Tidak Nyaman

Walaupun rasa bosan dan kantuk sudah berdatangan sedari tadi, tapi Ragas mencoba untuk bersabar lebih lama lagi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Walaupun rasa bosan dan kantuk sudah berdatangan sedari tadi, tapi Ragas mencoba untuk bersabar lebih lama lagi. Ia melirik jam tangan hitam di pergelangan tangan kirinya, kurang lima menit lagi bel pulang akan berdering nyaring. Dan Ragas sudah tidak sabar menunggu hal itu terjadi, entah kenapa sesuatu di dalam tubuhnya terus mendesak dan memaksa agar segera bertemu Ralin di aula, seperti apa yang dikatakan Kana tadi pagi.

Menunggu lima menit kenapa rasanya sangat lama? Baru kali ini Ragas merasa tersiksa hanya karena jarum jam yang belum kunjung mengarah ke waktu yang ia tunggu-tunggu. Lima menit rasanya seperti menunggu gebetan yang tidak peka-peka.

Ragas yang tidak pernah fokus jika pelajaran sedang berlangsung tentu sering ngantuk di kelas. Dan, setelah penantian panjangnya, akhirnya bel berbunyi juga, membuat Ragas tergelak dan cepat-cepat menggendong tasnya.

Elang, yang satu bangku dengan Ragas segera memalingkan wajahnya. Sorot matanya menatap Ragas curiga. "Lo buru-buru amat, mau ke mana?"

Tanpa menoleh, Ragas menjawab singkat. "Ketemu Ralin."

"Semangat banget kayaknya mau ketemu gebetan," ujar Elang ngasal. Dan karena ucapannya itu, Ragas jadi tidak segan untuk menjitak kepalanya yang keras itu.

Berhasil mengabaikan Elang yang bersungut-sungut menahan kesal, Ragas pun buru-buru berjalan cepat keluar kelas. Padahal, Bu Jumiati—atau sering di panggil Bu Jum, guru matematika yang mengajar di kelasnya belum menghilangkan diri.

Bu Jum melotot lebar sewaktu melihat Ragas yang nyelonong tanpa salam. Mengumpulkan tenaga untuk siap meledakkan sebuah gelombang emosi, Bu Jum berteriak keras.

"Ragas! Kamu mau ke mana? Ibu belum salam kenapa main nyelonong aja. Nggak sopan!"

Ragas, yang tengah berjalan cepat, akhirnya pun menoleh ke belakang. Ia menatap Bu Jum yang sudah menampilkan ekspresi rumit. Mengeluarkan napas pendek, Ragas berkata setengah malas, "salamnya lain kali aja Bu, ini bukan salam perpisahan untuk selamanya. Saya ada urusan," ucapnya.

Tanpa peduli dengan respons yang Bu Jum berikan, Ragas sudah ngacir keluar. Ia berjalan setengah berlari, sampai akhirnya kakinya sudah berdiri di tempat tujuan. Senyuman tipis Ragas tersinggung, ia buru-buru masuk ke dalam aula yang kali ini sepi.

Mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru sudut ruangan, sorot mata Ragas kemudian agak membulat ketika ia menangkap Ralin, yang duduk di sebuah kursi plastik dengan pandangan mengarah kepada sesuatu di tangannya. Tanpa berpikir panjang, Ragas segera menyusul dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku.

"Woy, gue udah sampai!" tegas Ragas setelah berdiri di hadapan Ralin. Bahkan, saking asik tenggelam pada kegiatannya—membaca sebuah surat, Ralin sampai tak sadar kedatangan cowok itu.

Sedikit kaget dengan suara bariton Ragas, Ralin mendongak hingga sorot matanya bersirebok dengan manik tajam Ragas. Ralin buru-buru menutup kertas di tangannya.

How to Burn the Bad Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang