05. ANCAMAN

7.1K 491 65
                                    

05. Ancaman

BUKANNYA membantu Ralin yang kesusahan meronta minta dilepaskan dari cekalan tangan Ragas yang begitu kuat, semua siswa malah memandangi aksi gila Ragas dengan tatapan melongo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

BUKANNYA membantu Ralin yang kesusahan meronta minta dilepaskan dari cekalan tangan Ragas yang begitu kuat, semua siswa malah memandangi aksi gila Ragas dengan tatapan melongo. Padahal Ralin sudah mengerahkan seluruh tenaganya untuk berteriak, tapi tidak ada satupun yang mau menolongnya.

Sebenarnya Ragas itu siapa sih? Ralin bingung sendiri dengan pikiran semua orang. Apa yang harus ditakutkan dari seorang Ragas? Meskipun sudah pernah di tampar cowok itu, tepatnya tadi pagi, tapi bukan berarti Ralin tidak berani. Ia malah semakin benci dan rasanya ingin membakar Ragas biar gosong.

Masih dengan sisa-sisa tenaganya, Ralin memberontak. "Lo apa-apaan sih! Lepasin gue nggak?!" murka Ralin sambil melotot. Bukannya menurut, Ragas justru menambah cengkeraman tangannya, menyebabkan Ralin memekik menahan sakit.

"Setan! Lo dengerin gue ngomong nggak sih? Tangan gue sakit, lepasin atau gue berteriam lebih keras lagi?" Ralin mengancam tegas.

Melirik Ralin beberapa detik, Ragas tersenyum remeh. Senyuman yang menurut Ralin hampir sama dengan iblis. Meskipun Ralin belum pernah melihat iblis tersenyum, tapi ia yakin jika senyuman Ragas tidak jauh berbeda. Merasakan sendiri betapa kasarnya cowok itu membuat Ralin kesal dan rasanya ingin jauh-jauh dari Ragas. Terlalu bahaya apabila Ralin terus dekat dengannya.

"Teriak aja semampu lo. Sampai suara lo habis sekalipun, nggak ada yang berani nolongin lo," jawab Ragas.

Ralin berdecak kesal, memang ucapan Ragas benar adanya. Ia sedari tadi padahal sudah minta tolong, tapi apa? Sama sekali nggak ada yang peduli. Dengan hati sangat terpaksa, Ralin pasrah dan tidak memberontak lagi. Ralin mencoba untuk bersikap tenang, meskipun rasanya sulit melakukannya.

"Lo mau bawa gue ke mana sih?!" tanya Ralin lagi.

"Diem bisa nggak sih lo! Ngomong mulu dari tadi, entar lo juga tahu!" Ragas menatap Ralin sengit dengan bola mata nyalang. "Jalannya yang cepet biar gue nggak paksa lo, nanti kalo sakit gue yang disalahin, rese!"

Ralin merapatkan bibir, dengan tangan satunya yang masih terbebas, langsung saja Ralin menghadiahi pukulan keras di lengan kokoh Ragas. Membuat cowok itu seketika tersentak dan menoleh, memancarkan sinar mematikan dari matanya.

"Gue minta mulut lo diem, tapi bukan berarti tangan lo bisa main pukul seenaknya!" omel Ragas kesal.

Memutar bola matanya malas, Ralin membalas ketus. "Kok jadi lo yang sewot sih? Harusnya gue yang marah dong!"

Ragas berhenti di tengah jalan, tubuhnya kemudian berputar, menghadap Ralin sepenuhnya dengan dada yang sudah membusung. Tidak lama, ia berkata menusuk "Diem bangsat! Lo dengerin gue ngomong nggak sih? Gue nggak main-main, sekali lagi lo nyolot, gue bakal bertindak semau gue!"

How to Burn the Bad Boy (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang