Chapter ini agak santai, jadi nggak perlu bersitegang kayak chapter-chapter sebelumnya yang bikin emosi hehe
Happy Reading 💓
Sudah seminggu ini Ralin tidak masuk sekolah. Membuat para sahabatnya bingung sendiri. Setiap ada guru yang tanya soal mengapa Ralin selalu saja absen kelas, semuanya tidak ada yang bisa mencari jawaban yang tepat. Hanya gelengan kepala yang selalu merekam lakukan. Tentu saja semuanya bingung dan bertanya-tanya mengapa Ralin seolah menghilang dari muka bumi. Nomor telepon cewek itu juga tidak bisa dihubungi. Selalu tidak aktif, mendadak saja Kana, Dara, dan Fika merasa takut. Ini tidak seperti biasanya, pasti ada sebuah masalah. Jika tidak, mengapa pula Ralin tidak berangkat sekolah?
Jikapun cewek itu pergi liburan, pasti sebuah kabar melayang untuk mereka semuanya. Kejadian tidak beres seperti ini membuat mereka berpikir keras untuk mengeluarkan spekulasi atas kehilangan Ralin.
"Gimana kalo kita pergi ke rumahnya aja sepulang sekolah? Sumpah, gue khawatir banget nih." Dara mengeluarkan usulannya. Ia mengguncangkan bahu Fika secara terus menerus. Membuat Fika jengkel dan langsung menepisnya.
"Nggak usah berlebihan gitu," celetuk Fika, ia menatap Dara setelah memutar bola matanya malas.
"Emangnya lo nggak khawatir? Ralin udah ngilang seminggu! Dia nggak ada kabar apapun. Kok lo gitu sih sama sahabat sendiri?" Dara melayangkan sorot mata tidak suka pada Fika.
"Gue juga khawatir sama Ralin. Nggak cuma lo doang kali. Tapi lo alay tau nggak, berlebihan banget."
"Gue cuma kasih usulan, kenapa lo malah ngomong gue alay?"
Melihat pertikaian kecil dihadapannya, membuat Kana lantas mendengkus dan segera melerainya. "Udah dong, kok kalian malah berantem sih? Kita lagi ada masalah. Gimana mau nemuin cara kalo kalian kekanakan gini?"
"Dia tuh yang mulai dulu," ujar Fika menatap Dara sengit.
"Eh, lo dulu ya yang mulai!" Tak mau disalahkan, Dara membalas ngotot. Sorot matanya menekan tajam.
"Berhenti dong, kok malah berantem lagi sih? Udah udah, kita sebaiknya mikir gimana caranya biar kita seenggaknya tau kabar Ralin kayak gimana."
"Kita pergi ke rumahnya kalo menurut gue," ucap Dara.
Kana menggeleng pelan. "Gue nggak setuju, Ralin kan pernah cerita ke kita bahwa dia udah pindah ke apartemen sama Ragas. Gue kira dia nggak ada di rumahnya."
"Kenapa lo bisa nebak gitu Na?" Fika bertanya. "Bisa jadi kan emang Ralin sekarang ada di rumah sama nyokapnya?"
"Kalo Ralin ada di rumah, pasti nyokapnya kasih kabar ke sekolah atau ke kita. Dan sekarang kita justru nggak nerima informasi apapun. Kalo kita tetap pergi ke rumahnya dan Ralin di sana nggak ada, terus kita cerita masalah ini sama nyokapnya. Bakal semakin buruk masalahnya karena kemungkinan besar nyokapnya nggak tau kalo Ralin udah seminggu ngilang kayak gini."
Penjelasan Kana membuat Fika dan Dara merenung. Tapi akhirnya mereka mengangguk setuju karena apa yang dikatakan Kana tidak salah. Kalau tidak ada di apartemen, mungkin Ralin ada di suatu tempat.
Hening. Baik Dara, Fika, maupun Kana saling membungkam mulutnya. Mereka berpikir bagaimana caranya agar menemukan jalan yang tepat untuk mencari kabar dari Ralin yang menghilang tanpa jejak.
Jentikan jari dari Fika merusak kesunyian yang menyergap mereka beberapa saat yang lalu. Dara dan Kana langsung menatap Fika datar. Menunggu cewek itu mengeluarkan suara.
"Ragas berangkat sekolah, kan? Kenapa kita nggak tanya dia aja? pasti Ragas tau Ralin ada di mana!" Fika tersenyum lebar lengkap dengan binar matanya yang tertampil cerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Roman pour Adolescents"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...