Awas, baca chapter ini mungkin bakal membuat kalian frustasi sendiri dan ikut kesal wkwk.
Siap vote dan komentar?
HAPPY READING 💓
"Mau dengerin penjelasan apa lagi? Ralin bahkan udah nyebut nama Lathan. Bukannya itu udah jelas banget kalo dia hamil anaknya Lathan?" Bola mata Ragas terlihat memercikkan kobaran api penuh emosi. Ia menatap para sohibnya satu persatu, napasnya menderu kencang. Kepalanya mendidih oleh sebuah gelombang emosi yang belakangan ini selalu menguasai tubuhnya.
Ragas mengacak rambutnya frustasi, lalu memukul meja dengan sangat kuat dengan kepalan tangannya hingga menimbulkan bunyi yang begitu gaduh. Untung saja ini sepulang sekolah, kelas juga sudah bubar dan hanya menyisakan mereka berlima.
"Gas, tenangin diri lo dulu. Jangan emosi, kita cari masalahnya bareng-bareng. Lo harusnya tenang. Pikirin masalah ini pakai kepala dingin, bukan dengan emosi kayak gini." Saka menegur Ragas dengan wajahnya yang serius. Ia duduk di meja sambil menatap Ragas. Ia juga marah dan muak melihat Ragas yang emosi seperti ini.
Tatapan tajam Ragas berpindah menatap Saka. Ia tersenyum sinis, kemudian menendang beberapa kursi hingga berpindah tempat. Ragas mendekati Saka, wajahnya terlihat sangat merah padam.
"Lo nggak tahu apa yang gue rasain sekarang Sak. Lo nggak tahu apa-apa, dan lo nggak usah sok kasih gue pengertian kayak tadi. Nggak guna!" Ragas memundurkan tubuhnya setelah mendorong Saka satu kali hingga Saka hampir jatuh.
"Gue cuma kasih lo pengertian, lo salah kalo gue nggak paham sama masalah lo. Gue tahu, apa yang lo rasain gue juga rasain. Lo sahabat gue Gas. Dan cara lo yang nyelesain masalah pakai cara emosi kayak tadi, gue tambah muak tahu nggak?!" Saka berhenti sejenak, lalu ia menarik napas panjang. Ia tersenyum miring, kemudian berdiri di hadapan Ragas. "bukannya nyelesain masalah, lo malah terjun ke dalam kubangan yang lebih dalam lagi. Masalah nggak bakal selesai kalo lo cuma ngandelin emosi. Lo harus tenang, kita bakal bantuin lo."
Ragas mendorong Saka untuk kedua kalinya, membuat Saka menubruk meja dibelakangnya. Saka dan Ragas beradu pandang. Saka berdesis kesal sambil mengusap punggungnya yang sedikit ngilu.
"Lo semua mau bantuin gue?" Ragas tertawa hambar sambil bersandar di tembok. "Nggak usah sok jadi pahlawan kayak gitu. Emangnya lo semua mampu nyelesain masalah gue. Lo kira masalah ini kecil dan gampang? Lo semua pikir dong pakai otak?!"
"Kita cuma bantuin lo semampu kita Gas. Gue tahu masalah lo besar. Tapi pasti ada jalan keluarnya kalo dipikirin bareng-bareng. Kenapa lo jadi yang nyolot gini? Emangnya salah kalo kita mau bantuin lo?" Nolan berseru lantang. Tatapan tajamnya melayang untuk Ragas. Ia kesal melihat Ragas yang seperti ini.
"Lo jangan egois Gas! Kita niatnya baik mau bantuin lo. Dan lo malah nyalahin kita gini. Gue paham kok apa yang lo rasain, tapi lo juga harus mikir. Masalah lo emang berat, tapi bukannya malah ringan kalo kita pikirin dan kerjain bareng-bareng?" Miko berkata lantang sembari menatap Ragas marah. Bahkan Miko yang notabenenya cowok yang jarang ngomong dan terkesan dingin juga geram mendengar ucapan Ragas tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Roman pour Adolescents"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...