Kemarin nggak update karena lagi nggak mood nulis. Dan baru sempet sekarang. Itu aja kebantu sama baca komen-komen dari kalian. Maka dari itu, komentar dari kalian itu suntikan semangat buat aku!
Jangan lupa spam Komentar ya disetiap chapternya!
Happy Reading 💓
"Papa nggak mau bisnis papa kacau hanya gara-gara ulah kamu Ragas. Banyak teman bisnis papa yang anaknya satu sekolah sama kamu. Mau taruh mana muka papa kalau mereka tanya itu?"
Sepulang dari rumah Ralin, Ragas langsung mendapatkan ceramah dari Adam. Ia hanya mengangguk malas. Tanpa dijelaskan sekalipun, Ragas sudah paham. Ia ala menikahi Ralin, dan bukannya merasa kesal karena orangtuanya memilih jalur tersebut, Ragas justru merasa senang lahir batin. Rupanya, memasang foto di mading saat itu membawa keberuntungan besar baginya.
Ia akan menjadi suami Ralin. Dan Ralin otomatis akan menuruti apa yang ia mau, termasuk harus putus dengan Arjun. Ragas rasa hari-hari kedepannya akan merasa menyenangkan. Senyumannya mengembang memikirkan Ralin.
"Sebelum teman bisnis papa tanya alasan tindakan kamu itu, papa tinggal jawan kalau kamu udah nikah. Dan nggak ada masalah lagi, semuanya beres."
Ragas rasa ia harus sedikit berbasa-basi sekarang. "kalau ada temen papa yang ngomong Ragas masih remaja udah nikah, terus papa jawab apa. Gimana kalo mereka tanya soal masa depan Ragas?"
Adam menghela napas panjang, kemudian menepuk pundak Ragas sambil menyunggingkan senyuman tipis. "Kebanyakan orang memang gitu ya, suka ngurusin hidup orang lain, padahal hidup sendiri belum tentu benar, seharusnya yang harus dipikirin itu hidup masing-masing. Dan Ragas jangan khawatir soal masa depan. Papa jamin masa depan kamu bakal cerah, dan bisa hidup kamu bersama anak istri kamu. Perusahaan akan papa alihkan buat kamu saat masanya tiba. Dan yang paling penting, kamu belajar yang bener untuk sekarang. Jangan berantem terus."
"Terus Ragas harus nikahi Ralin kapan Pa?"
"Secepatnya," jawab Adam sambil tersenyum tipis.
Ragas mengangguk mengerti, tapi otaknya masih berpikir. Lalu ia kembali menatap Adam, "secepatnya itu kapan pa?"
"Minggu depan."
BRAK!
Suara gebrakan pintu langsung terdengar setelah ucapan Adam selesai. Ragas dan papanya terkejut akan suara itu. Mereka saling berpandangan, hingga akhirnya sadar jika suara itu berasal dari pintu kamar Dinda. Adam hendak bangkit, tapi buru-buru Ragas mencegahnya.
"Biar Ragas aja pa yang ngecek," ucap Ragas, menatap papanya dalam, hingga kemudian ia bangkit dari duduknya dan berjalan menjauhi dari sofa menuju kamar Dinda. Entah apa yang Dinda lakukan di dalam sana, perasaan Ragas sudah tidak enak.
Ragas membuka pintu kamar Dinda pelan, sebelum akhirnya ia masuk dan matanya langsung tertuju ke arah kasur. Di sana Dinda meringkuk dengan selimut yang membungkus seluruh tubuhnya. Ragas berjalan mendekat dan memosisikan dirinya duduk di bibir kasur.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Teen Fiction"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...