Kemarin sore nggak update karena aku males revisi hehe
Btw ada yang nunggu?
BEBERAPA CHAPTER MENUJU ENDING NIH :)
HAPPY READING 💓
Jam beker berbentuk kartun Pororo yang berada di nakas berbunyi nyaring ketika jam sudah menjukkan pukul 04.35 pagi. Ralin menggeliat kecil di atas kasurnya sambil menjulurkan tangannya hendak mematikan bunyi berisik yang jam beker itu ciptakan. Masih dengan bola matanya yang belum sepenuhnya terbuka, Ralin merasa jika ia tidak bisa bergerak dengan leluasa.
Perlahan, ia mengucek matanya, mengerjap beberapa saat sambil berusaha memulihkan kesadarannya. Ralin kemudian menurunkan pandanganya ketika dirasa ia semakin sulit menggerakkan tubuhnya. Dan ketika tatapannya mengarah ke perut, betapa terkejutnya dirinya.
Kini, Ralin sudah sadar seratus persen. Napasnya berhenti keluar, hanya tertahan di tenggorokan. Ralin masih terbelalak kaget, tidak percaya dengan apa yang sekarang ia lihat. Tanpa sadar, Ralin menelan ludahnya dengan kasar, hampir bersamaan dengan jantungnya yang terpompa cepat.
Ini gue nggak salah lihat, kan? Ini beneran Ragas yang meluk gue? Demi apa? Astaga!
Ralin sudah berteriak dalam hati. Betapa gugupnya ia saat ini ketika tangan Ragas melilit perutnya dengan sangat erat, membuat Ralin merasa kikuk sendiri. Oke, Ragas memang sudah berstatus menjadi suaminya sekarang. Tapi, tetap saja Ralin merasa belum terbiasa dengan hal-hal seperti ini. Ralin mencoba menenangkan diri, berulang kali ia menarik napas dan menghembuskannya secara perlahan.
"Ragas," panggil Ralin lirih sambil sedikit mencondongkan kepalanya ke belakang. Dadanya masih berdebar tidak keruan. Ralin mendesah kecil, tangannya kemudian bergerak turun, menyentuh tangan kekar Ragas, sampai akhirnya secara perlahan ia berusaha menyingkirkan tangan cowok itu agar berpindah posisi.
Ralin menelan ludahnya lagi, betapa gugupnya ia saat ini. Ralin bergumam lirih untuk kedua kalinya. "Ragas ..."
"Hmm." Gumaman berat itu terdengar beberapa detik kemudian. Suara Ragas dengan jelas menusuk gendang telinganya Ralin. Suaranya yang serak-serak basah itu entah kenapa membuat Ralin meneguk ludahnya. Kenapa terdengar sangat seksi?!
Dan kini Ralin percaya, suara cowok sewaktu bangun tidur memang terdengar subhanallah.
Oh shit! Jantung Ralin semakin menggila saja.
Ralin membuka mulutnya lagi hendak berbicara, tapi detik berikutnya ia langsung terdiam ketika Ragas berhasil menyelanya terlebih dahulu.
"Jangan ke mana-mana," ujarnya pelan, nyaris berbisik. Dan entah kenapa Ralin merasa jika apa yang diucapkan Ragas harus ia lakukan. Untuk yang kesekian kalinya, tubuh Ralin nampak bergetar gugup, terutama kedua tangannya.
Dapat Ralin rasakan jika tangan Ragas semakin erat memeluk dirinya. Rasanya Ralin ingin pergi secepat mungkin dari keadaan seperti ini. Bisa-bisa jantungnya rusak kalau kelamaan dalam posisi seperti ini.
Oke Ralin, lo harus tenang. Tarik napas dalam-dalam, lalu keluarkan secara perlahan. Lo pasti bisa, jangan gugup!
Ralin melakukan sesuai apa yang hatinya katakan. Ia harus menenangkan diri.
"Ragas, gu—
Ucapan Ralin terpotong lagi saat Ragas semakin mengikis jarak. Sekarang, cowok itu semakin merapatkan tubuhnya ke tubuh Ralin. Ragas bertambah erat memeluk tubuh Ralin—ehm istrinya. Tidak sampai di situ, Ralin merasa tidak kuat ditempatkan dalam situasi seperti ini. Ia memejamkan matanya rapat-rapat ketika dirasa Ragas meletakkan dagunya di caruk lehernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Teen Fiction"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...