Update gaes!
Hari-hari baca chapter ini, siapkan hati ya!Udah siap komentar dan vote nggak nih?
HAPPY READING 💓
Ralin menyibak tirai tipis, kemudian dilanjutkan membuka jendela dengan gerakan hati-hati. Ia lalu melongok keluar dari jendela dan menatap ke atas. Langit malam ini cerah, bulan bersinar terang, cahaya dari jutaan bintang juga turut menghiasi langit malam ini. Mereka yang diatas seolah sedang bergembira, nampak kontras dengan apa yang Ralin rasakan sekarang.
Napas Ralin terhembus panjang dari mulut dan lubang hidungnya secara bersamaan. Pandangannya tak lepas dari bulan yang seolah tengah tersenyum ke arahnya. Tanpa sadar, pandangannya mulai mengabur ketika air matanya tertampung di pelupuk matanya.
Dadanya terasa sesak, hatinya ngilu seakan dihujani ribuan jarum. Tangis Ralin pun tidak bisa dicegah lagi, ia menangis dalam diam. Kesendirian yang ia rasakan sungguh terasa pahit. Ia sangat menyesal dengan dirinya yang begitu bodoh.
Semuanya sudah hancur, dan penyesalan tentu saja datang paling belakang. Ragas sudah pergi dengan seorang cewek yang kata cowok itu sendiri adalah pacar barunya. Mendengar ucapan itu dari bibir Ragas secara langsung, membuat Ralin terkejut bukan main.
Kenapa secepat ini Ragas berpaling? Apa dari dulu ia memang tidak menyukai Ralin seutuhnya? Rasanya Ralin ingin menangis sekuat tenaga untuk mencurahkan kegundahan yang sekarang sedang ia rasakan.
Ralin hanya ingin memperbaiki hubungannya yang sempat merenggang belakang ini. Tapi Ragas justru seolah tidak mau berharap kepadanya lagi. Apa cowok itu sangat tertampar akan ucapannya yang membela Arjun pada waktu itu? Kalau jawabannya memang benar, tapi Ralin sangat tidak menyangka jika Ragas—suaminya—dengan gampang mencari pengganti.
Yang bisa Ralin lakukan sekarang hanyalah merenung kesalahan yang sedang ia perbuat. Ralin kembali mendongak ke atas ketika air matanya tidak mau berhenti mengalir.
Menarik napas dalam, Ralin berkata pelan dan terbata, "Ragas hiks ... Maaf." Dadanya sakit, napasnya terasa sesak. Jujur, saat ini Ralin ingin mengaku bahwa hatinya tidak bisa mengelak lagi. Ia suka Ragas, ia cinta Ragas, dan ia sayang Ragas. Hanya Ragas yang Ralin inginkan untuk sekarang.
"Aku mau ... ka—mu hiks ... kembali," ujar Ralin lagi, masih dengan suara seraknya. Ia berusaha untuk mencegah air matanya yang malah semakin deras turun melewati pipinya. Tapi apa daya, semakin Ralin berusaha meredam tangisnya, cairan bening itu malah semakin membludak keluar. "Aku ... sayang hiks ... kamu."
"Aku juga sayang kamu Ralin."
Napas Ralin langsung terhenti ditenggorokan ketika sebuah suara mampir ditelinganya. Ralin hendak berbalik badan, tapi secepat kilat keinginannya tersebut langsung terblokir ketika tiba-tiba sebuah tangan melingkar di pinggangnya dari belakang. Ralin tentu saja terkejut. Tangisnya sudah mulai berhenti, tapi air matanya masih tertinggal di pipinya.
Dengan ludah yang ia telan secara paksa, Ralin pun menunduk, lalu menatap tangan besar yang masih lengket di pinggangnya. Ini tidak salah kan yang Ralin lihat? Ini beneran Ragas yang memeluknya dari belakang. Mendadak saja Ralin tidak bisa bertutur kata. Ia terlalu gugup dan bingung dengan situasi ini.
Keterkejutan Ralin rupanya tidak berhenti sampai di sana saja. Dapat ia rasakan sebuah dagu bertengger di pundaknya. Ralin semakin dibuat sesak napas saja. Tubuhnya tiba-tiba merinding, tapi ada satu hal yang membuat Ralin suka dengan posisinya sekarang. Ia begitu nyaman dipeluk dari belakang.
"Seberapa jauh aku berlari, seberapa lama aku pergi, pasti aku bakal kembali ke kamu Ralin. Kamu adalah rumah bagi aku. Aku sayang banget sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Genç Kurgu"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...