Chapter ini lanjutan dari chapter selanjutnya. Semoga feelnya dapet ya?
Warning: chapter ini mengandung emosi dan bawang wkwk.
Happy reading!
PLAK!
Terdengar sebuah tamparan kuat dan keras. Ralin masih memejamkan matanya, air matanya masih saja berlinang. Tapi, entah kenapa saat ini Ralin tidak merasakan tamparan Ragas. Apa dirinya pingsan sehingga tidak merasakan apa-apa? Tapi Ralin merasa jika dirinya masih berdiri dengan kaki bergetar. Ia tidak pingsan. Tapi kenapa tamparan Ragas sama sekali tidak terasa?
Perlahan, Ralin membuka matanya. Hinga akhirnya ia terkejut bukan main ketika netranya melihat bahwa Ragas sedang memegangi pipinya sendiri. Tidak jauh dari cowok itu, Erna dan Kenta, selaku orang tua Ralin menatap Ragas dengan kilatan api kebencian.
Jadi, bunyi tamparan yang Ralin dengar beberapa waktu yang lalu memang bukan untuk dirinya? Melainkan Ragas? Ralin menggeleng pelan.
"Jadi ini kelakuan kamu selama ini ha? Kamu nyakitin anak saya terus? Kamu sudah bikin Ralin menderita kayak gini? Kamu benar-benar kelewatan Ragas. Bukan ini yang saya mau dari kamu!" Kenta berteriak keras dihadapan wajah Ragas. Napasnya terdengar memburu. Gelombang emosi benar-benar muncul dan membludak pada diri Kenta. Rahangnya yang kokoh nampak mengeras.
Ragas berdesir ngilu akibat tamparan keras yang mengenai pipinya. Ia membalas tatapan Kenta dengan sorot datar. Detik berikutnya, ia menatap Ralin yang kini sudah berada dipelukan Erna. Cewek itu masih terisak dalam pelukan mamanya.
"Harusnya kamu jagain Ralin, buat istri kamu nyaman, bahagian Ralin sebisa kamu. Bukan malah bikin istri kamu menderita! Saya benar-benar kecewa kamu Ragas! Saya cuma mau kamu bisa menjaga Ralin, jadi suami yang tanggung jawab! Bukan malah sebaliknya!" Kenta kembali berseru lantang.
BUGH!
Laki-laki paruh baya itu langsung menghantamkan bogeman mentahnya ke arah perut Ragas. Ia begitu kesal, emosinya belum juga surut. Melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa Ragas berteriak keras sampai Ralin terlihat ketakutan membuat Kenta muak dengan Ragas. Ralin adalah anak semata wayangnya yang sangat ia sayangi. Ia sendiri juga tidak tega menyiksa Ralin. Dan kini, Ragas malah begitu gampangnya membuat Ralin seperti itu?
Kenta tidak akan membuat Ragas lolos begitu saja. Ia ingin memberikan Ragas pelajaran agar ia tahu bagaimana rasanya Ralin jika terus disakiti seperti itu.
Ragas memegangi perutnya yang terasa begitu sakit. Ia meringis ngilu, tapi ia belum tumbang. Ia menatap mertuanya yang melihatnya dengan sorot mata haus. Terlihat jelas bahwa mertuanya itu belum puas memberikan Ragas sebuah hadiah seperti tadi.
"Saya benar-benar nggak habis pikir dengan kamu! Kewajiban kamu itu cuma jagain Ralin Ragas. Cuma sebatas itu, kamu bikin Ralin senyum aja udah buat saya seneng. Semudah itu buat dilakuin, bukan malah seperti ini. Kamu pikir tindakan kamu yang sering nyakitin Ralin bakal bikin saya mudah memaafkan kamu, ha?" Kenta tersenyum miring sambil menggeleng. "Nggak bisa, kamu harus tau akibatnya!"
Laki-laki itu kembali berjalan ke arah Ragas. Dan Ragas hanya diam tidak bergerak. Tidak ia sangka, mertuanya ini benar-benar sangat menyeramkan. Ragas pasrah dengan bibir yang mengatup rapat.
BUGH!
BUGH!
BUGH!
Tiga kali berturut-turut Kenta memukul perut menantunya dengan kekuatan besarnya. Ia melakukan itu sebagai balasan apa yang sudah Ragas perbuat. Tidak ada rasa belas kasihan terhadap Ragas, bogeman yang Kenta layangkan untuk Ragas terdengar sangat kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to Burn the Bad Boy (END)
Fiksi Remaja"Arjun terus yang dipilih. Kapan lo milih gue?" tanya Ragas dengan kesak sambil menatap Ralin. "Kalo Arjun ajak lo ke kantin lagi, apa lo bakal nolak?" "Oh ya nggak mungkin gue tolak dong. Arjun ngajak gue ke kantin? Berduaan? Makan bakso? Dan gue...