TEKAN VOTES DULU BISA?
"Engh-" ia melenguh di bawah kendali Barra, cowok bertubuh jangkung yang tengah menyudutkannya di dinding atap bangunan sekolah. Tangan Killa tidak tinggal diam, ia mendorong-dorong dada Barra, berusaha melepaskan ciuman mereka yang justru makin dibelit nakal oleh cowok itu.
Bunyi guntur, kilat yang menyapa tak menyurutkan niat Barra untuk terus menyecap bibir mungil itu. Killa sendiri tergulung oleh rasa sakitnya. Lalu hujan turun membasahi mereka berdua. Keduanya perlahan basah kuyup.
Napas Killa tercekat, dadanya sesak lantaran debaran jantungnya tak terkendali. Killa hampir pingsan, jika saja Barra menambah durasi berciuman mereka. Untungnya Barra menyudahi ciuman itu tepat di saat Killa sudah hampir menutup mata. Pandangannya berkunang-kunang.
Terengah-engah, Killa menatap Barra sebal. Ingin rasanya Killa memukul kepala Barra atau menyeret cowok itu lalu nembenturkan kepalanya ke atap sekolah. Namun, yang bisa Killa lakukan adalah memegangi dadanya.
Barra terkejut melihat Killa berubah sekarat. Kulit wajahnya memucat, begitu pun bibirnya. Dilihat dari jarak dekat, bibir itu bergetar. Kedinginan kah? Atau ketakutan karena baru saja berciuman dengan Barra?
"Lo-" Barra melotot, tak percaya.
"To-long," lirihnya.
Barra mengusap bibirnya. Killa terduduk lemas tak berdaya. "Lo kenapa, sih?!"
"Sesak," cicitnya parau dengan tangan yang masih setia memegangi dadanya. Andai saja Barra memberinya aba-aba kalau akan menciumnya, pasti Killa tidak seterkejut sekarang ini dan pastinya ia bisa menikmati moment romantis yang Barra beri.
Pertama kalinya Killa mengakui kalau debaran jantungnya yang abnormal itu bukan karena penyakit yang dideritanya, melainkan karena sosok Barra.
I won't forget the way you're kissing.
•••••••••••
"Sendirian lagi?"
"Iya, Dok." Killa tersenyum canggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
BarraKilla
RomanceLENGKAP! Follow akun ini sebelum baca🐧 Warning! Peringatan! Cerita ini bisa membuat kalian mengumpat, menangis, dan tertawa (jika satu SELERA)🍭 "Barr, aku juga nggak tahu kenapa Raden nyium aku." "Shit! Diem, Bego!" "Maaf." "Tahu nggak, kenapa gue...