*37. Make a Long Story Short*

161K 14.6K 1.6K
                                    

Klik tombol votes, jangan sampai lupa, ya^

Wiratmaja menggenggam tangan Killa. "Ayah yang salah. Sumpah! Ayah yang salah," ujarnya dengan penuh penekanan di setiap kalimatnya. "Ayah yang berdosa. Kamu enggak. Kamu bukan sebuah kesalahan. Kamu itu anugerah. Kamu patut hidup bahagia."

Killa ikut menggenggam tangan Wiratmaja, ia ikut menangis kencang saat di hadapannya sang ayah terlihat begitu rapuh. Killa baru tahu. Ia baru percaya. Sosok yang selalu memasang raut wajah dingin nan datar, tidak peduli akan dirinya- ternyata bisa berada di titik terlemah. Titik rendah yang selama ini ia sembunyikan dari semua orang.

Untuk malam ini saja, izinkan Wiratmaja membuka topengnya. Ia akan membuka pula luka lamanya yang dari dulu belum pernah kering. Masih menganga lebar.

"Ayah cinta sama Mama kamu, namanya Lilis."

Killa menatap dua bola mata Wiratmaja yang sayu, kantung matanya menghitam. Terlihat lelah. Terlihat mulai menua. Ada cinta tergambar jelas pada dua bola matanya. Pancaran kasih sayang itu, bisa Killa rasakan.

Bodoh sekali Killa baru tahu akan hal itu.

"Tapi, kita nggak bisa bersatu."

"Kenapa, Yah?" bibir Killa langsung kelu saat dua kata itu keluar dari bibirnya.

Wiratmaja mengusap-usap tangan putrinya yang sedang ia genggam. "Karena cuma modal cinta aja itu nggak cukup. Secinta apa pun kamu sama seseorang, itu nggak akan pernah cukup untuk bisa bersatu. Kita harus mikirin keyakinan, kasta, dan banyak perbedaan lainnya."

Killa menggigit bagian bawah bibirnya. Menguatkan hati untuk mendengarkan penjelasan dari Wiratmaja.

"Tiga tahun bersama, akhirnya kami pisah. Setelahnya, Mama kamu jadi model. Hidupnya semakin cemerlang. Impiannya terwujud. Ayah ikut senang," ujar Wiratmaja seraya tersenyum lebar mengingat masa-masa indah itu. Saat ia hanya bisa memandang dari jauh. Saat ia hanya bisa mendoakan seseorang yang dicinta bahagia, tanpa ada di sampingnya. Saat tatapan mata mereka berdua saling bertemu, tapi terpisah jarak. Tak ada yang menyapa. Hanya saling tahu. Seolah-olah mereka orang asing. "Ayah mencoba menata hidup baru dan bertemu Mama Anisa. Tetangga rumah Ayah, dulu."

Wiratmaja menceritakan pertemuan singkatnya dengan Anisa yang berujung sebuah ikatan pernikahan. Ya, lima bulan kemudian setelah melihat Lilis sudah bahagia dengan hidup barunya, Wiratmaja memutuskan untuk memantapkan hatinya.

Memang ia belum sepenuhnya cinta dengan Anisa. Namun, Wiratmaja mau mencoba. Mencoba untuk belajar mencintai.

"Ayah ngerasa cocok sama Anisa karena... kita dari lingkungan sosial yang sama," jelas Wiratmaja dengan tatapan mata yang terluka. Mengingat jelas dulu ia pernah dicemooh oleh keluarga Lilis saat melamar perempuan itu. "Ayah nggak perlu pura-pura kaya. Ayah bisa jadi diri sendiri. Sama Mama kamu, Ayah hanya hidup berpura-pura. Hidup dalam bayang-bayang dia."

Killa diam. Tak berkomentar apa pun. Karena Killa tahu, kisah itu belum usai. Wiratmaja masih harus banyak buka suara, menjelaskan semuanya secara detail.

"Tiga bulan menikah dengan Anisa, akhirnya Ayah harus kerja lebih keras lagi. Banting tulang untuk menyambut kelahiran Kak Vio," ujar Wiratmaja, tangisnya mereda. Begitu pun Killa. "Ayah kerja di luar kota, jauh dari Mama Anisa. Awalnya kerja serabutan. Semua Ayah lakuin demi dapat uang yang banyak. Sampai pada akhirnya, Ayah ketemu sama Mama kamu lagi."

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang