*42. Cincin Bekas*

160K 15.8K 3.3K
                                    

Jam berapa kalian baca part ini?

Anjing. Babi!

Barra melotot. Bukan hanya Killa yang terkejut membaca kalimat 'Will you marry me?' dan Barra sendiri yang mengatakan kalimat sakral itu. Kalimat yang berisi ajakan untuk hidup bersama. Marry?! Yang artinya, mau kah kamu menikah dengaku?

Nikah?!

Will-you-marry-me?

Barra mengeja kalimat itu dalam hati lalu memejamkan mata sebentar.

Alex sialan! Kai double sialan!

Woah! Itu benar-benar impian yang ingin Killa wujudkan.

"Barra..." tangan Killa gemetaran seiring ia kesulitan untuk bernapas secara normal.

"Take a breathe, please." Barra mengusap dahinya. Ia mengumpati Alex dan Kai dalam hatinya. Bisa-bisanya dua temannya itu malah mengerjainya, bukan membantunya mengungkapkan perasaan secara tulus pada Killa.

"Mahal amat tiga juta? Lo mau ngerakit bom, huh? Gue cuma minta dibuatin party kecil-kecilan di apartemen gue," cerocos Barra dengan dahi berkerut.

"Ya, udah kalau lo pelit. Uwang segitu mah kecil buat elo, Barr."

"Yap!" Kai menepuk bahu Barra. "Ntar kita bikin kejutan yang bener-bener nggak pernah bisa Killa lupain."

Ya, benar sih.

Kejutannya itu benar-benar tidak bisa dilupakan. Barra sendiri ikut terkejut. Kepalanya terasa pening. Ia pikir, Alex dan Kai akan merangkai kalimat manis seperti, I love you or will you be my girlfriend atau berjuta kalimat sweet lain yang ada di bumi ini. Yang sering diucapkan oleh couple goals yang ia lihat di internet belakangan ini.

"Oke. Nih, ATM gue lo bawa aja. Inget! Kata-katanya harus yang bikin cewek baper."

"Gampang," sahut Alex seraya menaik-turunkan alisnya. "Akhirnya, lo nggak jalan di tempat lagi."

"Jangan sampai Raden tauk."

"Siap, Bos!"

Killa memegangi dadanya yang terasa nyeri. Tahu kalau Killa tiba-tiba kesakitan, Barra menuntunnya untuk duduk di sofa ruang tamu.

"Lo nggak papa 'kan?" tanya Barra dengan panik. Mungkin, jika lampu di ruangan itu dinyalakan, maka Barra bisa melihat raut wajah Killa yang memucat.

Kali ini, bukan karena kesedihan yang amat menyita perhatiannya, melainkan letupan bahagia yang tak terkira. Bagaimana bisa? Barra mengetahui impian-impian gilanya. Killa tak menyangka.

"Barra.... ini bukan mimpi 'kan?"

Barra mengerjap-ngerjapkan matanya. Tak sanggup mengatakan bahwa sesungguhnya ia hanya ingin mengungkapkan kalau selama ini dirinya diam-diam memerhatikan Killa dari jauh. Sejak hari pertama MOS dulu. Sejak Killa sering mimisan dan tiduran di UKS. Sejak Killa kena lemparan bola basket di tengah lapangan. Sejak Raden sering menceritakan tentang Killa. Sejak... teman-temannya mulai mencibir tentang betapa lemahnya Killa karena hampir tiap Senin saat upacara, cewek itu pingsan.

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang