BISA DIVOTES DULU?
But every time you hurt me, the less that I cry.
"Hah!" Killa mengelap keringat dingin yang membasahi dahinya, bangkit dari tidurnya ia langsung meneguk segelas air putih yang ada di atas nakas dekat ranjang. "Syukurlah gue masih hidup."
Killa tidak tahu kapan jantungnya berhenti berdetak, maka dari itu ia selalu bersyukur di tiap waktunya. Seperti saat ini, masih bisa bangun di pagi hari yang cerah. Menghirup udara segar bercampur embun sejuk. Ia merenggangkan tubuhnya.
Pintu kamarnya dibuka, Killa gelagapan. "Kak Vio!" ia merutuk, memegangi dadanya. Kaget.
"Maaf, maaf," anak sulung di rumah itu tersenyum tipis, mendekat pada Killa. "Kamu kaget, ya? Maaf, Kakak nggak sengaja."
"Ih," Killa buru-buru mengisi penuh gelas yang tadinya sudah kosong itu. Ia butuh air. Sangat butuh! Selepas meneguk segelas air putih itu, Killa merasa sedikit tenang. Entah mengapa baru saja bangun tidur, keringatnya sudah tak terkira lagi banyaknya. Jika bisa diukur, pastilah sudah berliter-liter.
"Kamu habis ngapain, sih? Kok keringatan gini?" tanya Vio sambil geleng-geleng kepala, takjub.
"Biasa, baru bangun tidur," jawab Killa datar. "Ada apa, Kak?"
Kalau Vio sudah masuk ke dalam kamar Killa tanpa izin dan sesuka hatinya seperti itu, biasanya ada yang ingin kakak kandungnya itu ceritakan padanya. "Gini," Vio mengambil tempat duduk di tepi ranjang Killa. "Kamu juga duduk sini. Jangan berdiri. Ntar kaget lagi."
"Ada apa, sih?!"
Baru juga bangun tidur, perasaan Killa sudah tidak enak. Tidak nyaman. Kalut sendiri.
"Kamu jangan kaget," memberi jeda sebentar untuk Killa menyiapkan hatinya agar tidak terlalu terkejut nantinya. Meskipun Vio tahu, adiknya itu pasti akan tetap terkejut. "Ayah sama Mama mau cerai."
KAMU SEDANG MEMBACA
BarraKilla
RomanceLENGKAP! Follow akun ini sebelum baca🐧 Warning! Peringatan! Cerita ini bisa membuat kalian mengumpat, menangis, dan tertawa (jika satu SELERA)🍭 "Barr, aku juga nggak tahu kenapa Raden nyium aku." "Shit! Diem, Bego!" "Maaf." "Tahu nggak, kenapa gue...