*10. It's You*

215K 16.8K 3.9K
                                    

KALIAN SEDANG APA PAS DAPET NOTIP BARRKILL UP?

"Enggak," jawab Barra dengan suara serak. Baru sedetik kalimat itu meluncur dari mulut Barra, ia sudah merasa sangat menyesal. Seharusnya, Barra langsung mengiyakan saja keinginan gila Killa itu. Ya, sejak Killa menembaknya secara terang-terangan pada saat itu, Barra yakin cewek itu memang sungguh sudah tidak waras.

Entah kepalanya habis terbentur apa hingga menggeser tingkat kewarasannya, menyerang akal sehatnya.

Barr, lo mau nggak tidur sama gue?

MAU! MAU! GUE MAU BANGET!

Gila aja Barra mau sejujur itu. Ya, dia harus jual mahal. Jangan sampai Killa tahu siapa dia yang sebenarnya.

"Maksud lo?" Killa menatap Barra sedih, kecewa, menyesal, dan malu. Pokoknya Killa sudah muka tembok sekali. Kebal.

"Ya, gue nggak mau tidur sama elo, Killa." Barra bangkit dari tempat duduknya. Lalu ia menaruh mangkuk baksonya di atas meja. Barra mendekatkan diri pada Killa, membuat cewek itu beringsut memundurkan punggungnya hingga membentur bantalan ranjang. Killa menggigit bagian bawah bibirnya guna menghalau rasa gugup. Kedua tangannya bergetar karena Barra mengikis jarak di antara mereka berdua.

Killa meremas mangkuk bakso di tangannya. Bakso itu perlahan sudah mulai mendingin karena mereka terlalu lama basa-basi.

"Killa, lo harus tahu ini," bisik Barra seraya merendahkan tubuhnya di hadapan Killa. "Tatap mata gue!" titah Barra kemudian.

Killa menggeleng pelan, mengalihkan pandangan ke arah lain. Raut mukanya sudah merah padam.

"Kill," tangan Barra merangkum wajah Killa. Ia paksa Killa untuk balas menatapnya. "Seharusnya, lo udah merasa bersyukur banget bisa pacaran sama gue. Jangan minta lebih."

Glek.

Bola mata Barra begitu bening. Kedua alisnya tebal dan hitam. Bulu matanya jika dilihat dari dekat, terlihat sekali lentiknya. Hidungnya mancung, jadi saat Barra berkeringat maka keringatnya akan meluncur seperti perosotan melewati hidung bangirnya itu. Belum lagi rahangnya yang kuat, menunjukkan tulang pipinya. Duh, Killa makin ingin pingsan karena pesona yang Barra berikan.

"Lo tuh seharusnya tahu diri, Killa."

Iya, Killa tidak tahu diri. Ia malah ingin hal lebih dari Barra.

"A-apa?" Killa akhirnya bersuara dengan susah payah karena dari tatapan mata Barra saat ini, cowok itu ingin mengatakan sesuatu. Killa menahan diri untuk tidak pingsan sekarang ini. Napas hangat Barra yang beraromakan permen mint itu bisa Killa rasakan saking dekatnya jarak mereka berdua.

Killa jadi insecure. Jangan-jangan Barra mencium bau tubuhnya yang kecut? Atau bau mulutnya? Atau ilernya tadi pagi? Secara tadi pagi itu Killa mandi kilat. Rambutnya lengket oleh keringat. Seminggu belum keramas. Parfum yang Killa pakai tadi pagi itu parfum orang biasa, yang wanginya hanya tahan beberapa menit saja. Pasti sekarang Barra menghirup aroma tidak sedap dari tubuhnya.

"Lo itu kurang montok, Killa."

Otomatis bola mata Killa melotot. Ia menghela napas lega saat Barra menjauhkan tubuhnya. Memberi jarak. Obrolan Barra kian vulgar. Jorok. Killa merutuki kebodohannya karena melempari Barra umpan tadi.

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang