*49. Mencoba Bangkit*

156K 16.4K 2.9K
                                    

Kamu sedang apa saat dapat notif BarraKilla update?

"Barra, aku pinjem Mama kamu sebentar, ya."

"Hah?" Barra menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya. "Ngomong apa, sih?"

"Aku pinjem Tante Vei dulu. Sebentar aja," ujar Killa dengan tatapan memelasnya. "Kata Tante Vei, aku boleh panggil dia Mama mulai sekarang."

Iya! Iya! Lo boleh manggil Mama. Gue juga ikut seneng.

Namun, ada yang membuat Barra sedih. Sikap Killa kembali menjadi seperti anak-anak, mulai dari caranya bicara, bersikap, menatap matanya. Ah, semuanya!

"Hari ini aku mau check up ditemenin sama Mama," pinta Killa menegaskan keinginannya itu. Ia kemarin sudah mengatakannya sendiri pada Vei. Dan Vei tidak keberatan sama sekali. Mau-mau saja.

Ayah kamu pengin kamu hidup bahagia, Nak Killa.

Ayah kamu di atas sana bisa lihat kamu.

Jangan nyerah, yah.

"Barra...." panggil Killa seraya merapikan bajunya. "Emang dulu Mama Vei punya sakit, ya?"

Barra memiringkan kepalanya, keningnya mengernyit dalam berusaha mencerna pertanyaan dari Killa tentang mamanya.

Kemarin, hampir seharian penuh Vei menemani Killa di rumahnya. Killa serasa kembali hidup, diberi semangat. Diberi cahaya terang dan kekuatan untuk bangkit.

Killa sayang Vei. Ia bisa merasakan ketulusan hati Vei, makanya Killa tenang berada dalam jangkauan wanita paruh baya itu.

"Barra, kemarin Mama Vei nyeritaian tentang masa lalunya," ungkap Killa lalu mulai menyinggung cerita Vei kemarin.

"Kamu pasti takut, ya, sama operasi kamu nanti? Sini tangan kamu," Vei menggenggam tangan Killa. "Takut itu wajar, sih. Asalkan kita bisa mengatasi rasa takut kita. Hadapi! Jangan putar balik arah karena itu nggak akan menyelesaikan masalah."

"Killa takut operasinya gagal," cicit Killa seraya meremas kuat tangan Vei. Jikalau Wiratmaja masih hidup, pasti ketakutan Killa sudah sirna. Ia tidak takut menghadapi operasi itu karena ada seseorang yang akan selalu mensupport-nya. Kini siapa?

Oh, ada Barra dan keluarganya.

"Mama Vei dulu juga punya sakit. Diagnosa dari dokter bilang, nggak bisa punya anak lagi setelah sempat keguguran. Di situ ngerasa marah, kecewa, sedih sama diri sendiri. Merasa kenapa sih Tuhan nggak adil banget. Kenapa sih hidup kok semenderita itu," ujar Vei. "Makanya pas dikasih Barra sebagai anugerah terindah, Papa Atta sama Mama Vei nggak bakal nyia-nyiain kesempatan yang udah dikasih sama Tuhan. Dia jadi terlalu berlimpahan kasih sayang dari kedua orang tuanya."

Mulut Killa terbuka. Tidak menyangka dengan penuturan yang baru saja Vei lontarkan padanya.

"Jadi, Nak Killa.... yang penting usaha dulu. Hasilnya itu kita serahin sama keputusan Tuhan," ujar Vei sambil membelai rambut panjang Killa yang berwarna kecokelatan. "Mau, ya, operasi."

"Tapi, ditemenin sama Mama Vei," pinta Killa dengan tatapan puppy eyes-nya.

"Iya. Sama Barra juga."

Barra mengusap bagian belakang lehernya. "Oh, masa lalu Mama. Ya, emang pernah ada riwayat sakit dulu itu."

Killa mengangguk paham.

"Gue juga baru tahu pas gue iseng minta Adik. Jadi anak tunggal tuh nggak enak, rumah berasa sepi," ujar Barra bercerita. Baru kali ini Barra terbuka dengan seseorang dan mau membagi sedikit keluhannya. "Terus, Mama baru cerita itu deh."

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang