*32. Disakiti Lagi*

181K 14.4K 1.9K
                                    

"Ayah kerja dulu, ya."

Terasa kaku interaksi keduanya karena memang baru pertama kalinya mereka sedekat itu. Killa menatap Wiratmaja dengan pandangan tak rela jikalau harus menghabiskan waktu sendiri di rumah sakit. Sangat membosankan.

"Nanti siang pas jam makan siang, Ayah mampir ke sini."

"I-iya," jawab Killa seraya memaksakan senyum palsunya. "Ayah kerja aja. Killa nggak papa kok."

Sedari dulu 'kan Wiratmaja memang tidak pernah ada waktu untuknya. Selalu kerja, kerja, dan kerja.

Bedanya sekarang, sang ayah sudah mulai mau mengajaknya ngobrol. Bagi Killa, itu sudah lebih dari cukup. Hal yang bisa membuatnya merasa menjari anak paling bahagia di dunia ini.

"Ayah 'kan kerja buat Killa," jelas Wiratmaja berharap agar wajah Killa tidak murung lagi, tetapi justru sebaliknya. "Cepet sembuh, ya."

"Maafin Killa," cicitnya lagi merasa bersalah. Killa itu selalu dan selalu menyalahkan diri sendiri karena tekanan dari Anisa yang sudah meracuninya dengan kalimat-kalimat pedasnya. ".... Killa ngabisin uang Ayah. Buat Ayah susah. Nggak pernah banggain orang tua. Bisanya cuma nyusahin dong-"

"Ssstt," Wiratmaja memotong ucapan Killa. "Kamu sama sekali nggak nyusahin Ayah. Jangan pernah berpikir gitu lagi."

Killa mengusap kelopak matanya, setetes air mata akan kembali jatuh. Karena ini masih pagi, suasananya makin terasa dingin dan sendunya.

"Ayah pengin kamu sehat," ujar Wiratmaja sambil mengusap-usap kedua pipi Killa. Dalam hatinya, beliau terus menghitung mundur. Hari ini, ia harus kembali bekerja untuk kejar setoran. Ia butuh banyak uang dalam waktu cepat untuk pengobatan Killa. Harus! Tidak boleh malas-malasan lagi.

"Ayah..."

"Kamu beneran nggak papa 'kan di sini sendirian?" tanya Wiratmaja mencoba memastikan. "Ayah tinggal kerja dulu."

Killa menganggukkan kepalanya dengan lemah. "I-iya. Nggak papa kok."

"Apa perlu Ayah panggilin Mama ke sini buat nemenin kamu?"

Killa mendongakkan kepalanya, menatap sang ayah dengan tatapan menolak ragu.

"Kamu nggak mau, ya?" tebak Wiratmaja. "Ya, udah. Itu hape kamu udah Ayah charger-in tadi. Nanti kalau ada apa-apa, langsung telepon Ayah aja."

"Oke," balas Killa.

Tanpa diduga, Killa mecium tangan sang ayah lalu memeluknya erat. Membuat Wiratmaja terharu.

"Killa sayang Ayah!" ungkapnya dengan setulus hati. "Hati-hati kerjanya. Cepet pulang."

Wiratmaja berdeham pelan. Ia memejamkan matanya sebentar, benar-benar menikmati kehangatan yang tercipta di antara mereka berdua.

Pelukan itu harus rela ia urai karena keterbatasan waktu. Namun, nanti saat ia sudah mempunyai banyak uang, akan ia buat putrinya itu selalu ada di sampingnya. Selalu! Dalam keadaan sehat dan panjang umur serta bahagia.

"Ayah berangkat dulu," pamitnya lagi seraya mengacak-acak rambut Killa dengan gemas. Ia melambaikan tangannya.

Killa tersenyum tipis, tatapan matanya mengantarkan kepergian sang ayah. Pintu ruang rawatnya tertutup. Cewek itu memilih mengistirahatkan tubuhnya. Namun, suara bising dari nada dering ponselnya itu mengganggu Killa. Ia bangkit duduk, meraih ponselnya yang berada di samping meja tak jauh dari ranjang rumah sakitnya.

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang