*52. Masalah Baru*

154K 15.6K 2.1K
                                    

Hal aneh apa yang kalian lakukan hari ini?

Killa sering bertanya pada Tuhan, mengapa Dia tidak mengizinkannya merasakan hidup yang benar-benar hanya berisi tentang tawa bahagia saja. Mengapa dirinya dan berjuta makhluk hidup lain harus merasakan yang namanya pedihnya penderitaan.

Lalu, Killa sadar kalau pertanyaannya itu adalah kategori pertanyaan paling bodoh dan tidak masuk akal. Ia menyesal telah bertanya-tanya seperti itu di dalam batinnya karena ujungnya tak menemukan jawaban pastinya.

Kalau hidup hanya tentang bahagia, suka dan tawa saja- itu bukan hidup namanya.

Hidup itu tentang dua sisi. Ada bahagia dan ada pula sedih. Dua sisi itu saring beriringan, tak bisa dipisahkan karena keterkaitan satu sama lain. Pun dengan adanya benci dan cinta.

Tahu mengapa orang yang awalnya membenci akan suatu hal atau seseorang, lalu di kemudian hari perasaannya berubah. Bisa teramat mencintai hal yang ia benci itu.

Bukan.

Bukan karena ada yang bilang kalau benci itu kependekan dari benar-benar cinta. Bukan.

Tetapi karena.... semua ada fasenya.

Itulah mengapa sering kali kita mendengar beberapa orang menyemangati hidup ini dengan kalimat, "jalani aja."

Ya, karena memang tidak ada pilihan selain menjalaninya saja. Ikuti arus hidup ini.

Killa masih berusaha menahan tangan Anisa yang mulai menggeretnya dengan kasar ke teras rumahnya. Mendorong Killa hingga jatuh tersungkur.

"Kesabaran saya sudah habis," ucap Anisa dengan delikan tajamnya itu menatap Killa sinis. "Asal kamu tahu, rumah ini sudah digadaikan sama Ayah kamu. Jadi, daripada tidak ada yang membayar tagihannya tiap bulan, lebih baik rumah ini dijual saja."

Sebentar.

Sebentar.

Killa mengerjapkan matanya. Keningnya berkerut, menandakan bahwa ia kebingungan dengan maksud ucapan Anisa padanya.

Rumah itu digadaikan? Siapa yang menggadaikannya?

"Ini semua juga gara-gara kamu," Anisa mempertegas kesedihan di dalam labirin hati Killa dengan kalimat pedasnya. Anisa terus saja memojokkan Killa.

Rumah ini sudah digadaikan sama Ayah kamu.

"Nggak mungkin!"

Ayah nggak mungkin menggadaikan rumah ini. Rumah ini dibeli Ayah untuk Killa. Untuk kita tinggal berdua di sini.

"Kamu bilang nggak mungkin?" Anisa melayangkan tangannya di udara, ingin menampar pipi Killa. Namun, ia tahan. Killa bahkan sudah memejamkan mata. Pasrah saja, jikalau Anisa akan memukulinya. "Ayah kamu itu sudah gila! Anak penyakitan kayak kamu tetap dipertahankan."

Ayah....

"Rumah ini digadai juga untuk biaya operasi kamu. Jadi, nggak usah sok nggak tahu apa-apa dan kaget," ungkap Anisa seraya mengepalkan tangannya kuat-kuat. Keinginan untuk menjambak rambut panjang Killa itu ada. Sangat ada dan sangat didukung oleh pikiran-pikiran negatif yang tumbuh subur di hati Anisa. "Saya muak lihat kamu. Pergi sana!"

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang