*21. Pelukmu yang Pelik*

171K 14.2K 1.8K
                                    

VOTES dulu, yuk. Terus komen.

Nggak jadi double up karena aku bikin ceritanya Raden dan Ratih. Judulnya Bersamamu 🤟

Follow Instagram @barrabas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Follow Instagram @barrabas.mahesa @aw.killaa @aw.raden @ratih.audiaa @novaasiswanto

"Ddu du ddu...." Barra bersiul seraya memasukkan access card miliknya lalu pintu apartemennya terbuka. Baru beberapa langkah memasuki apartemennya itu, Barra dibuat kaget dengan pemandangan dua cewek yang sedang saling menangis. "Astaga! Kalian ngapain?!"

Killa dan Ratih saling berpelukan dengan kedua pipi yang banjir air mata. Ratih yang pertama kali menguraikan pelukannya dengan Killa, ia menjauh dan menundukkan kepalanya. Malu.

"Lo... kok nggak bilang-bilang sih kalau udah pulang?" sengau Killa seraya tangan mungilnya itu mengusap-usap pipinya. Menyeka air mata yang terus turun membasahi pipinya. Mendengarkan cerita sedih dari Ratih, sudah cukup membuat Killa ikut merasakan sakitnya.

"Ini 'kan apartemen gue," Barra maju selangkah, ia menarik tangan Killa karena gemas melihat cewek itu menyeka air matanya sambil mengucek-nguceknya. Dua bola mata Killa makin memerah. Barra mendesah tak terima. "Jangan dikucek, Killa. Gini aja..."

Killa terdiam, tangan Barra secara perlahan menyapu habis air matanya dengan lembut. Diperlakuan selembut itu, wajar saja jika Killa ingin terbang. Betapa besar kepalanya dia saat ini. Barra benar-benar bisa membuatnya terbang melayang tanpa sayap.

"Ssstt.... cengeng banget, sih," Barra melirik ke arah Ratih sebentar lalu bersitatap lagi dengan Killa. "Sejak kapan Ratih di sini? Sejak kapan kalian saling nangis-nangis kek gini?" cerca Barra dengan dua pertanyaan sekaligus.

Killa menarik napas. "Dari tadi," jawabnya. "Barra, lo harus tahu kalau.... Raden itu jahat banget! Dia mer.... mer..." ia mengigit bagian bawah bibirnya. "Hiks."

Killa tidak sanggup mengatakannya pada Barra. Cowok itu menganggukkan kepalanya, paham. Ia langsung menarik Killa ke dalam pelukannya.

"Yang terlihat baik, belum tentu baik, Kill. Begitu pun sesuatu yang lo pikir buruk," ujar Barra seraya mengusap-usap punggung Killa yang naik-turun akibat isakan tangisnya itu.

Ratih bak patung yang tak terlihat di sana. Karena turut menjadi topik yang diperbincangkan, Ratih bangkit berdiri. Ia mengambil sling bag kecilnya yang terlihat di atas meja. Bersiap untuk pulang.

"Udah, jangan nangis," Barra mengecup puncak kepala Killa. "Rat, lo mau ke mana, huh?!"

"Mau pulang," ujar Ratih dengan mata sembapnya.

Barra menengadahkan kepalanya saat Killa mengurai pelukan mereka berdua. Di hadapan Barra saat ini ada dua cewek yang matanya sembap karena ulah Raden. Ah, Barra merasa jadi pahlawan untuk waktu yang sebentar saja.

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang