*34. Pelukan Ibu*

188K 14.9K 2.3K
                                    

Klik votes lalu tinggalkan komentar, ya.

Killa pikir, Barra akan membalas ucapannya dengan kalimat manis seperti, 'I love you too.'

Ternyata, tidak!

Killa mengulum senyumnya.

Nggak papa kok.

Yang penting, Barra masih menjadi pacarnya di sisa-sisa hari terakhirnya ada di bumi, mungkin.

Killa percaya, kalau Barra memang diciptakan Tuhan untuk menjadi jodohnya, pasti laki-laki itu akan mulai mencintainya seiring berjalannya waktu. Namun, waktunya yang tersisa di bumi ini tinggal sebentar lagi.

"Lo sendirian di sini?"

Killa menganggukkan kepalanya sebagai jawaban, tanpa membuka mulut untuk berucap.

"Nyokap sama Bokap lo?"

"Gue ngantuk," Killa mengalihkan pembicaraan. Saat Barra berniat menarik tangannya, juga melepaskan genggaman tangan mereka- saat itulah Killa menahannya. "Gini aja terus. Gue suka."

Tangan Barra yang satunya terulur ke kepala Killa. "Tidur, gih. Atau mau makan dulu?"

Killa menggelengkan kepalanya. "Gue mau tidur aja."

Dan Barra membiarkan Killa memejamkan matanya, lelap dalam tidurnya. Cowok itu setia menemani Killa. Barra tadi sudah memberitahu Vei kalau dirinya bolos sekolah terang-terangan. Awalnya Vei marah, tapi akhirnya pasrah saja karena Barra itu keras kepala. Apalagi Barra menyuruhnya menyusul ke rumah sakit membawakan makanan kesukaannya.

Secara singkat, Barra sudah menjelaskan kalau sakitnya Killa makin parah. Dan harus segera mendapatkan pertolongan pertama. Maka dari itu, ia bolos sekolah.

Barra menunggu sang mama datang membawakan makanan pesanannya. Makanan yang bergizi tentunya.

Vei sedikit kebingungan saat mencari keberadaan letak ruang rawat Killa. Ia menelepon sang putra semata wayangnya.

Dengan perlahan, Barra mencoba menyingkirkan tangannya dari tubuh Killa. Lalu mengangkat telepon dari sang mama.

Barra mengatakan, akan segera menemui beliau di ruang lobi rumah sakit. Mumpung Killa sedang tidur pulas.

•••••••••••

"Mama, inget apa yang dibilang Barra kemarin lho, ya."

"Apa?" tanya Vei pura-pura lupa, sengaja menggoda sang putra semata mayangnya. "Mama lupa nih. Pikun. Maklum lah udah tua."

"Ih, Mama," Barra mendengkus. Tanpa diminta, ia mengulurkan tangannya guna meminta semua barang bawaan Vei, ganti cowok itu yang menentengnya. "Yang kemarin itu lho, Ma. Masak lupa, sih."

"Mama beneran lupa, Barr."

Barra menarik napas. "Pokoknya Mama jangan bilang ke Killa kalau Barra suka sama dia."

BarraKillaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang