Kamis, 13 November 2013.
Tepat hari lahir seorang Naura Kiara.
"Happy birthday to you, happy birthday to you, happy birthday happy birthday, happy birthday Ara..." Keluarga kecil itu bernyanyi bersama, Ara merasa hari lahirnya adalah hari yang ia tunggu tunggu, dimana semua orang memberi ia kejutan indah.
"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga, sekarang juga, sekarang juga..." Ara kecil meniup lilin tersebut hingga apinya padam, semuanya bertepuk tangan.
"Sekarang, Ara berdoa didalam hati, minta keberkahan sama Allah,"
"Emang doanya gimana, Bunda?" Ia bertanya dengan suara kecil. Semua kembali tertawa. Benar benar keluarga harmonis.
"Terserah Ara aja, kalau Bunda yang kasih tau, berarti Bunda yang ulang tahun, dong?" Ia berujar sambil mengelus lembut rambut ikal anaknya.
"Oh iya!" Dia menepuk jidatnya sendiri.
Ara kecil memejamkan mata, mulai berdoa didalam hati, "Yaallah, semoga hari lahir Ara terus menjadi hari yang indah ya allah, aamiin." Gadis itu membuka matanya, betapa ia bahagia melihat senyuman mengembang yang terpancar dari kedua orang tuanya.
Ketiganya berpelukan, saling berbagi cerita, suka maupun duka.
Sebelum...
Insiden menyedihkan itu terjadi,
Mengubah sosok Ara, yang sebenarnya.
° • ° • °
13 November 2018
00.20. WIB
"AJIIIMMM... ARA TAKUT!"
Teriakan yang keras, harus teredam oleh suara hujan yang beramai-ramai menyerang isi bumi.
Seorang berlari, tak memedulikan lagi kegelapan yang menghujam mata, tidak peduli lagi dengan badannnya yang beradu dengan benda keras disekitarnya.
"Ajim dimana? Ara takut... Hikss..." Suaranya mulai lemah. Akibat terlalu kuat berteriak, pita suaranya terasa pedih. Sekarang, hanya bisa menangis untuk menumpahi ketakutan yang mendominasi.
Setelah menemukan celah yang sejak tadi dicari, ke-khawatiran membuat gerakan tangan menjadi kasar dan tidak sabaran, "Ara?"Ngos-ngosan, dia mengarahkan cahaya senter keara kasur. Namun, tak menemukan apapun disana.
"Ara, kamu dimana?" Dia semakin kalang kabut, dimana Ara? Gadis yang selama ini mengisi harinya, hidupnya, menjadi lebih hidup.
"Ajim... "
Dia, Azam. Pribadinya hangat dan penuh sayang, ayoman terhadap Ara yang sedang sakit tidak pernah absen dari sifatnya.
Pendengaran Azam menangkap suara itu. Suara yang menyimpan sejuta kerapuhan seorang perempuan, membuat separuh hatinya ikut melebur, selalu seperti itu. Setiap tahun.
"Ara..." Kembali, dia menyenter ke segala penjuru ruangan. Hasilnya tetap sama, kosong.
"Ara disini, Ajim. Hikss..."
Reflek Azam berbalik. Netra cokelatnya berhasil menangkap objek yang membuatnya hampir mati oleh kecemasan, orang yang sejak tadi membuat pikirannya kalut ditengah kelam yang mendera mata.
Dipojok ruangan, Ara meringkuk lemah dipojok kamar. Badannya yang ringkih, nampak tenggelam didalam balutan selimut tebal. Rambut bergelombang cokelat jauh dari kata cantik dan rapi.
"Kenapa disini, Ra?" Suara Azam ikut lemah seiring dengan napasnya yang kembali berfungsi setelah tadi merasakan sesak yang teramat sangat. Mngelus rambut ikal Ara, membenarkannya seperti sedia kala.
"Ara takut, Ajim. Ara takut, dia datang lagi, Ajim, dia datang lagi... hikss." Super hero nya sudah datang, lantas memeluk untuk meminta pertolongan.
Laksana belati yang menyayat hati. Membuatnya harus menahan sakit namun juga emosi secara bersamaan, "Sstt... Dia nggak ada lagi. Percaya sama aku, kan?" Lelaki itu mengangkat kepala Ara yang tersuruk didadanya. Melihat wajah yang pucat dan bibir bergetar, menggerakkan tangannya untuk melingkari setiap sisi wajah Ara.
Sorotan mata ceria dan binaran itu hilang, yang ada hanya sorotan yang menyimpan beribu kesakitan. Azam benci. Dia lebih suka Ara yang bising dan mengganggu hari-hari nya.
Setelah mengecup kening, Azam mengangkat tubuh Ara dan menaruhnya keatas kasur.
"Ajim, disini aja. Ara takut, jangan tinggalin Ara..." Takut belum sempurna hilang meski ketenangan sudah Ara dapatkan.
Azam menarik kedua sudut bibir. Senyum itu bukan senyum manis, melaiskan mirs, "Enggak, Ra. Ajim cuma mau ambil senter disana," Ia mengelus tangan mungil yang menahan tangannya sebagai bentuk penenangan.
"Jangan, Ajim. Ara mohon..." Lagi, gadis itu menubrukkan mata yang sedih kelemahannya. Cahaya remang remang semakin mendukung suasana kesedihan diantara mereka.
Azam menangguk pelan, "Okey, anything for you."
Azam ikut berbaring disebelah Ara, membiarkan Gadis itu mencari posisi nyaman sesukanya, mencari kehangatan dan sebuah perlindungan dibadannya. Entah apa yang terjadi pada dirinya, sehingga ia rela memberi segalanya untuk Ara. Karena keadaan gadis itu, atau hal lain?
Ntahlah, Azam belum bisa mengambil kesimpulan untuk saat ini. Yang ia tahu, dia harus tahu diri disini. Itu saja.
Sementara itu,
Tanggal 13 November, berubah menjadi tanggal terburuk bagi Ara. Kehilangan, pendatang baru, tambah lagi, peristiwa yang membuat pribadi Ara, berubah.
•°•°•°
SELAMAT DATANG DI CERITA ARA & AZAM!
HMM... PENASARAN NGGAK, NIH, SAMA MEREKA?!
YOK LANJUT BACA!
KALAU SUKA, AJAK TEMEN KALIAN BUAT NONGKRONG DISINI! JANGAN DIPENDAM SENDIRIAN WAE :(
SURUH JUGA... EKHEM... PACAR LAKI-LAKI LO BACA INI! BIAR BERUBAH PEKAAN DIKIT DAN JADI GENTLE KAYAK AZAM!
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...