Azam menstarter motor besarnya setelah Ara naik dibelakangnya dan mulai menggasnya dengan pelukan Ara dari belakang dan kepala gadis itu yang tertaruh diatas pundaknya.Dinginnya pagi seolah tak terasa oleh mereka karena tubuh yang saling menghantarkan kehangatan satu sama lain.
“Nanti pas nonton jangan lupa bawain yang Ajim masukin kedalam tas kamu.” Ujar Azam sembari menolehkan kepalanya kesamping, dia mengerutkan keningnya bingung saat tak ada jawaban apapun dari gadis dibelakangnya itu, “Ra?” Dia menggerakkan pundaknya tempat kepala Ara bertumpu.
“Hah? Apa, Ajim?” Tanya Ara serak.
“Kamu tidur?!” Sentak Azam langsung.
“Bentar aja kok.”
Azam mendengus, “Mulai besok nggak ada nonton sampai malam.”
Ara memelototkan matanya garang dengan mata yang masih terlihat sayu, “Masa sampe sore aja?!” Tanyanya tak terima.
Azam mencoba menambah kadar kesabarannya dengan tersenyum, “Sampe jam sembilan aja.”
Ara mengerucutkan bibirnya jauh sembari menggeplak kepala Azam yang terbungkus helm dan melepas pelukannya.
“Nanti jatuh.” Ujar Azam selembut mungkin, menghela nafasnya lelah saat Ara semakin memundurkan tubuh jauh darinya. Dia mengambil sebelah tangan Ara untuk dilingkarkan dipinggangya dan menahannya disana. “Sebelah lagi.” Suruhnya pada Ara.
“Nggak mau!”
“Aku yang ambil? Biarin stang motornya dilepas terus jatuh?” Tanyanya, dan tersenyum saat Ara dengan gerakan cepat melingkarkan sebelah tangannya lagi. Ia mengelus jemari mungil Ara dengan sayang, lalu mengangkat tangannya untuk menarik hidung Ara gemas hingga terdengar pekikan cempreng gadis itu yang selalu memekakkan telinga.
• • •
“Jangan lupa bawa yang aku masukin kedalam tas kamu tadi.”
Ara mengerutkan keningnya bingung, merasa tak mengerti dengan ucapan Azam. “Maksudnya, Ajim?”
Azam memutar bola matanya malas, “Mau nonton Ajim main basket, kan?” Tanyanya dengan wajah datar, gadis itu mengangguk dengan semangat dan senyum lebarnya, “Sekalian dibawain.” Ujarnya lagi.
Ara kembali pada mode bingungnya, menggaruk tengkuknya yang terbuka karena rambutnya yang diikat laki-laki itu.
Azam menggigit bibir bawahnya kuat, menahan gemas serta emosi yang tercampur dihatinya. Jika saja hanya ada dia dan Ara, dapat dipastikan pipi gadis itu yang sompel karena gigitannya. “Didalam tas kamu, ada minum dan handuk kecil. Jangan lupa dibawain pas nonton nanti.” Ujarnya berusaha setenang mungkin.
Sementara Ara yang mulai mengerti langsung mengangguk antusias dengan tangannya yang bersikap hormat, “Siap, Ajim!”
Azam menundukkan kepalanya untuk terkekeh, tentu saja agar tak ada murid lain yang melihatnya. Menarik pipi Ara gemas lalu mengelusnya dengan ibujari nya lembut. “Masuk sana.” Suruhnya dan langsung dilakukan oleh Ara setelah gadis itu melakukan acara kiss bye nya, lalu dilanjut dengan cengiran lucunya.
Sembari diperjalanan menuju kelas, dia menoleh sekilas pada murid-murid yang sedari tadi menatapnya tak biasa. “Ngapain lo pada?” Tanyanya dengan tatapan membunuh, juga ekspresi dinginnya yang semakin membuat atmosfer disekitar mereka seolah membeku sunyi.
Semua orang dikoridor itu langsung menundukkan kepala mereka dan melanjutkan aktivitas sebelumnya seolah tak melakukan apapun. “Apa masalahnya?” Tanyanya lagi, memutar-mutar tubuhnya agar pandangannya menjangkau seluruh murid yang berani menatapnya dengan pandangan aneh.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...