Kamu satu-satunya lelaki yang berhasil membuat takutku menjadi lebih berani, menguatkanku disaat lemah menjumpai jiwa ini, dan membuatku tertawa saat tangisan mencoba menghilangkan binaran wajah.-Ara-
• • •
"Nggak mau! Ajim jahat! Ajim nggak boleh deket deket Ara lagi." Ara terus saja mengulang kalimat itu, tangannya pun tak ayal menutup mulut menghambat sesuap nasi untuk masuk kedalam.
"Tadi aku dipanggil ke ruang BK, makanya nggak bisa balik lagi ke UKS." Terang Azam jujur.
"Alasan! Pasti boong." Pungkas Ara dengan wajah sewot. Dibalas putaran bola mata malas membuatnya melipat tangan didepan perut sambil berbalik memunggungi Azam.
"Ngambek, hei. Pulangnya masih lama, Ra. Sementara waktu istirahat cuma satu kali, makan ya?" Azam menarik-narik bagian belakang rambut Ara berulang-ulang.
"Enggak mau!"
"Sesuap aja," Mata Azam menyoroti segala penjuru ruangan kantin, dan tentu saja semua pasang mata sedang melihat kearah mereka, "Kamu nggak malu tuh diliatin sama mereka?"
Mata itu terangkat untuk melihat sekitar, dengan bola mata yang putih cerah dipadu dengan linangan air yang tertahan pada bagian kelopak membuat pancaran itu menjadi berkilau.
Ara tidak mengerti maksud mereka apa, jadi menunduk saja sambil memutar badan menghadap Azam. "Kenapa mereka liatin, Ajim?"
Malah bersikap acuh untuk semakin menarik Ara, Azam memisahkan cabai giling dari piring nasi, "Mereka itu liatin karna kamu nggak mau makan, kamu belum tau kan peraturan SMA ini?"
Ara menggeleng polos, "Ara nggak tau," Ujarnya pelan.
Azam mendekatkan kepalanya kedepan telinga Ara dalam rangka menakut-nakuti Ara, "Bagi murid yang belum makan, akan dikenakan sanksi dan disuruh keluar gerbang. Belajar disana, kamu mau?"
Mata Ara membulat takut, "Tapi kan semua guru enggak tau, Ajim." Berusaha mengelak. Dia tidak suka makan, jadi segala kelesan menghindar akan dia lakukan.
"Tau dong, liat deh mereka semua lagi liatin kita, ntar salah satunya ada yang ngadu deh sama guru,"
Ara bergidik ngeri, "Ara mau makan, Ajim." Ucapnya dengan nada tidak ikhlas.
"Pinter." Ia menyendok nasi uduk dari piring, kemudian mengarahkannya kedepan mulut Ara.
"Ara mau makan sendiri aja, Ajim."
Azam mengangguk, membiarkan Ara melanjutkan menyuapkan nasi dengan malas, lalu dikunyah berleha-leha akibat kegiatan yang sedang dilakukan tidak dengan hati ikhlas. Azam harus menahan kekehan, sebagai ganti dikusutkan saja rambut atas Ara.
Dia menoleh garang seketika, kunyahan dimulut otomatis terhenti ketika melihat peletan mengejek dari Azam.
"HOI!"
Kedua remaja yang berada dimeja itu telonjak kaget, terutama Azam. Dia mendelik tajam kearah lelaki berambut gondrong yang sedang cengengesan, membuat emosinya semakin menyulut tinggi.
"Pergi, lo!" Terkejut itu tidak, hanya saja ekspresi yang dikeluarkan teman laknat sungguh mengundang darah putih diubun ubun. Ia beralih kesamping, membantu Ara mengusap-usap dadanya karena terkejut.
"Santai aja, dong, Masku." Masih dengan sengiran kudanya.
"Gue bilang pergi." Tidak ada ampunan, akibat Kevin, degupan jantung Ara menjadi tidak normal.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...