•Gedung dan Lampu•

13.5K 884 16
                                    

“KOK ARA JADI DISINI, SIH?!”

Azam yang seharusnya masih bergulat didalam mimpi indahnya harus terpaksa berhenti dengan terkejut karena sebuah teriakan membahana tepat disamping telinganya itu.

“Harusnya Ara kan boboknya sama bunda dan ayah!” Lanjut Ara lagi dengan teriakan emosinya.

Azam mengusap wajahnya kesal sembari memundurkan kepalanya sebagai antisipasi telinganya agar tetap terlindungi, “Ya, mana Ajim tau, tadi malam udah ditidurin disana juga. Geer!” Ujar Azam tak terima. Seingatnya, tadi malam sehabis jalan, dia sendiri yang menidurkan Ara diranjang besar tempat dimana Tommy dan Jessy tidur dengan kasur ukuran menengah untuk dirinya tidur disebelahnya. Lalu, mengapa pagi ini Ara malah tidur dikasurnya?

Ara cepat-cepat menduduki diri dengan Azam yang masih terbaring disebelahnnya dengan wajah kelelahan lelaki itu.

“Boong!”

Azam memutar bola matanya malas, “Tanya aja ke Ayah.” Ujarnya malas, kemudian membalikkan badannya membelakangi Ara lalu melanjutkan tidurnya.

Sementara Ara menoleh kekanan dan kiri mulai mencari, namun yang dia temukan hanyalah kesunyian didalam ruangan namun bising klakson dan deruman kendaraan dari bawah sana yang terdengar lewat pintu balkon kamar mereka yang terbuka.

“AYAHHH! AYAH DIMANA?!”

Azam menggeram emosi, dia memindahkan bantal yang sebelumnya dia himpit dikepala kini menutup kedua telinganya.

“Ajim! Ayah dimana?”

“Dijongol.” Ujar Azam dengan nada tak santai.

Ara reflek berteriak, “Ayah kok nggak ajak Ara?! Ara kan mau ikut kesana, pasti tempat baru disini, kan? Ajim, sih! Nggak banguni Ara, jadinya Ara ditinggal, kan!” Ocehnya sambil menimpuk berkali-kali kepala Azam yang terbungkus bantal dengan dua kepalan mungilnya.

Azam berdecak kesal, menduduki dirinya dan langsung memerangkapi kedua tangan nakal Ara, “Kalo nggak mau, yaudah pindah sana. Nggak usah teriak, ini bukan hutan.” Ujar Azam menatap Ara yang kini tengah menatapnya begitu nyalang.

Ceklek.

Reflek dua manusia yang tengah berseteru itu menoleh kearah pintu, tampak Tommy dan Jessy yang memasuki kamar dengan membawa nampan dimasing-masing tangan mereka. Ara langsung melompat dengan gerakan kilat kebawah, lalu mengguncang tangan Ayahnya heboh hingga Tommy yang terlihat kesusahan menahan agar air yang ada didalam gelas itu tak ikut keluar karena guncangan itu.

“Ayah ayah! Ajim jahat!” Adunya pada Tommy penuh emosi sambil menunjuk Azam yang tengah menatap mereka datar, lalu dengan tanpa dosanya berbaring kembali memunggungi mereka. “Tuh, kan, Yah!” Ara semakin emosi.

Tommy terkekeh sembari memberikan nampan yang dipegangnya pada Jessie, “Topik apalagi yang kalian perdebatkan ini, hem?”

Azam langsung membalikkan badannya, namun tetap dalam posisi berbaring. “Tadi malam Azam udah naruh Ara ditengah om dan tante, kan?” Ujar Azam namun lebih menjurus pada pertanyaan memastikan.

Tommy mengangguk, menatap putrinya tertawa, “Iya.” Ujarnya yang langsung mendapat pelototan mata dari Ara dan dengusan kesal dari Azam.

“Terus kenapa Ara bangunnya dikasur Ajim? Jadi nggak bisa peluk ayah dan bunda!” Ujarnya masih merasa tak terima. “Terus Ara juga nggak jalan kekasur Ajim, kok.” Herannya.

“Eh, tapi tunggu deh.” Sontak ketiganya menatap Jessy penuh tanya, “Bunda tau jawabannya siapa.” Ujarnya menatap mereka dengan mata menyipit dan jari telunjuk yang menunjuk suami dan anaknya satu persatu.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang