•EXTRA PART (I)•

21.4K 936 160
                                    


Yok lanjut ambyar!

Kalau part kemarin siapin guling biar nggak teriak, sekarang sangkek plastik gitu biar kalau muntah nanti langsung ada penampungnya. Hehehehe.

_________________________________________



Malam mulai menyapa, dan Azam belum juga keluar dari ruang kerja-nya untuk menyelesaikan satu work itu. Sengaja mengunci pintu agar Ara yang sedang ribut tidak menganggu konsentrasinya. Tangannya bergerak untuk menutup laptop, lalu melepas kaca mata antiradiasi-nya. Segera berdiri dan berjalan menuju pintu. Mungkin Ara ketiduran di sofa karena kelelahan menggedor pintu kerja-nya seraya meneriakkan nama-nya dengan lantang.

Matanya menangkap Ara yang sedang tengkurap diatas lantai, tentu saja membuatnya melotot dan segera mengangkat Ara untuk berdiri, “Ngapain disana, sih, Ra? Nggak kasian perutnya apa?” Azam selalu frustasi memikirkan perut Ara karena kelakuan cewek itu yang sradak-sruduk sembarangan.

Ara memajukan bibir bawahnya seraya menunduk, “Maafin Ara, Ajim.” Ujarnya merasa bersalah, memandang perutnya yang tertutupi kemeja besar Azam yang tampak masih datar.

Diam-diam Azam menghela napas dengan sorot mata keatas. Sesudah merasa bersalah, namun tetap diulangi lagi. Mengulur tangannya untuk mengusap perut Ara.

“Terus Ajim nggak mau maafin Ara? Ara, kan, udah minta maaf! Bilang aja Ajim mulai bosan sama Ara yang kayak gini, kan? Ini juga bukan kemauan Ara, ini kemauan adek! Anaknya Ajim!” Teriak Ara berapi-api dengan dada naik turun karena emosi. Segera berbalik untuk berlari menuju kamar namun tangannya ditarik kebelakang oleh Azam.

“Enggak, honey. Enggak, kok. Aku maafin, nih.” Azam tersenyum manis, menarik Ara mendekat lalu mendekapnya. Hal yang selalu dia lakukan untuk menurunkan emosional ibu hamil Ara.

“Harusnya Ajim yang minta maaf, bukan Ara.” Komentar Ara tanpa membalas pelukan Azam. Amarahnya perlahan luntur.

“Yaudah, aku minta maaf.” Azam menurut saja.

Ara mengangguk memaafkan.

Kenapa jadi berbalik-balik, sih?

Azam menegakkan lagi tubuhnya, “Yuk, bobok.” Dia langsung berbalik dan menarik tangan Ara agar mengikuti jalannya, namun gadis itu hanya diam ditempat dengan mata berlinang. Apalagi ini, ya lord?

“Padahal Ara udah lama nungguin Ajim diluar, tapi Ajim nggak mau gendong Ara yang kecapean?” Tanya Ara dengan suara bergetar.

Azam menarik napas untuk menambah kadar sabarnya, tersenyum lembut. “Yaudah, sini.” Dia langsung mengangkat Ara, dan lihat sendiri bagaimana respon gadis itu selanjutnya!

“Kenapa gendongnya kayak gini? Ajim mau mesum, ya? Hah? Ngaku?!” Tuding Ara garang, lalu memukul-mukul bahu Azam seraya menendang-nendang kakinya yang melingkar dipinggang lelaki itu. “Ara mau turun aja! Ajim denger, nggak?! Huweee Ara nggak mau!” Teriaknya dengan gelengan keras.

Azam tak mengindahkan, tetap berjalan menuju kamar dengan tangan yang setia menahan tubuh Ara agar tidak terjatuh. Memasuki kamar mereka yang dipenuhi dengan boneka-boneka tujuh rupa yang Azam sendiri tidak mengerti. Apalagi, banyaknya poster tujuh orang korea disetiap sisi dinding dengan tulisan BTS atau BT21. Tidak lupa, salah satu dari mereka lebih banyak tampangnya didinding mereka yang selalu Ara teriakkan namanya. Iya, tidak memanggil nama-nya lagi namun tetap dia yang selalu datang.

Ara semakin meronta, “MPHIII... TOLONGIN ARA!” Teriaknya seraya memandang foto orang korea disana dengan tangan terulur.

Azam memutar bola mata dengan malas, namun saat kaki Ara turun dan tidak sengaja membelit kakinya membuatnya terhuyung kedepan. Jatuh diatas kasur.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang