•Rantai Teror•

9K 657 149
                                    


Happy Reading!

ARA’S

• • •

Ara memperbaiki seragamnya terlebih dahulu sebelum keluar kamar mandi, berdecak kesal saat matanya menangkap ada bercak air diujung rok-nya. Ia khawatir, Azam akan memarahinya karena tak pernah teliti dalam melakukan sesuatu.

Ia keluar dari bilik kecil itu, baru saja akan mengambil langkah, matanya langsung menangkap tulisan berwarna merah dipintu biliknya tadi yang membuatnya menelan ludah mulai ketakutan. Tak puas kah mereka bermain setelah kemarin, sampai harus berlanjut seperti saat ini?

Demi apapun, ia kira teror itu telah berakhir, namun ternyata? Berlanjut, bahkan dengan kalimat yang paling menyakitkan dan menakutkan secara bersamaan.

Peringatan Kedua: GUE NGGAK SEGAN-SEGAN UNTUK MENYELAKAI LO, ARA! KARENA AZAM HANYA PUNYA GUE!

DASAR GADIS NAIF NGGAK TAHU DIRI!

“Hai, Ara. Akhirnya, ketemu lagi.”

Ara terkesiap mendengar suara berat itu, segera ia menolehkan kepala kearah pintu utama kamar mandi yang langsung membuatnya beringsut mundur dengan hati berkecamuk dan pikiran risau. Dua lelaki bertopi dan masker itu semakin mendekatinya, yang membuatnya menggeleng dengan mata berlinang.

“Hey, jangan takut! Kita nggak ngapa-ngapain lo, kok.”

Ara terdiam kaku dengan nafas memburu karena dirinya sudah mentok ditembok. Menatap dua lelaki itu semakin takut. “Pergi!” Teriak Ara memberanikan diri. Jantungnya serasa ingin jatuh hingga membuat suaranya menjadi sedikit bergetar. ‘Ajim... Tolongin Ara.’

“Mampus lo, mau nangis dia.” Ujar salah satu lelaki menatap kesal lelaki disebelahnya dengan kaca mata hitam yang bertengger dihidung keduanya.

Lelaki itu meringis dibalik masker hitamnya. “Ra, jangan nangis, ya. Lo nggak kasian liat kami dihajar sama si-boss nanti? Cukup kemarin aja muka gue bonyok karena sempat meluk lo.”

“Ye, sianjing malah curcol!”

Ara terkaku, mulutnya tertutup rapat, menganilisa dengan otak-nya yang cukup cerdas dalam pelajaran itu tentang ucapan dua lelaki asing itu. Naas, dirinya tak mengerti apapun. Benar yang dikatakan oleh peneror itu, ia memang terlalu bodoh dan naif. “Minggir! Ara mau lewat!”

“Eitt... Jangan treak-treak dong, cantik. Sumpah, niat kita nggak mau ngapa-ngapain elo, kok.”

Ara menunduk dengan air mata yang sudah jatuh dari pelupuknya.

“Kita, cuma mau menguakkan fakta tentang seseorang yang selama ini lo anggap selalu baik dan sempurna.” Sambung lelaki lainnya, lalu keduanya tertawa mengejek.

Ara terpaku dengan mata mengerjap dalam tunduknya. Siapa yang dimaksud mereka itu? “B-berhenti teror Ara.” Cicitnya bergetar dengan masih menundukkan kepalanya. Tak sadar jika dua lelaki itu tengah kebingungan dengan saling tatap. “Ara ada salah apa sama kalian?” Lanjutnya bertanya semakin sesak dan kaki melemas. Ia perlahan mendongak, mendapati dua lelaki asing itu kini yang terdiam.

“Maksud lo?”

Ara mengerjap. Semakin tidak mengerti dengan keadaan. Matanya bergerak kearah tulisan itu, dan diikuti keduanya kemudian mereka langsung saling menyalahkan.

“Elo yang bikin itu?”

“Bukan! Gue aja baru satu kali, itu pun langsung ketemu sama orangnya kemarin.” Balas lelaki satunya.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang