“Luka adalah jembatan menuju kedewasaan dengan duri yang menjadi teman topangan untuk meraih sebuah kekuatan.”-Nathan Jessyleon-
• • •
Satu meja panjang dengan dua sofa berhadapan. Dua lelaki tampan berseberangan dengan pasangan kakak beradik itu.
“Ngapain kalian ikut gue?”
Kedua lelaki itu menoleh kearah sumber suara yang sebelumnya tengah menikmati pahatan indah sang pencipta yang dibentuk sedemikian rupa hingga mampu menarik hati kaum adam yang melihat.
Ryan berdecak, “Kami juga rindu lo, lah, bang.” Ucapnya bernada santai dengan punggung yang tersandar rileks disandaran sofa dan kedua tangan yang terlipat didepan dada.
“Nggak yakin gue, pulang sana.” Usir Nathan, membuat dua lelaki itu menatapnya memicing. “Gue serius, gue tau maksud kalian. Itu cuma rasa tertarik semata, nggak suka apalagi cinta. Enyah lah.”
Dua lelaki tampan itu semakin terbelalak tak percaya. Nathan, lelaki itu mulai mengeluarkan keperibadian aslinya yang membuat siapapun yang berhdapan dengannya langsung menciut. Namun satu langsung mengubah ekspresinya kembali menjadi lebih santai, ralat, berusaha disantaikan. Lalu berdehem pelan.
“Dari mana lo tau kalo itu cuma obsession?” Tanya Ryan menantang.
Nathan berdecih, “Sejak kapan kalian punya selera macam ginian, hah? Kalian tau, kan, kalo dia lebih spesial diantara gadis lain? Dia aneh.” Nathan memastikan, bukankah dia terlalu jahat sebagai kakak laki-laki karena mengatai adiknya seperti itu?
Melihat Ryan malah mencondongkan tubuh lebih dekat kearah Ara dengan mata yang menatap lekat kearah adiknya itu membuatnya terdiam.
“Dan gadis aneh ini telah berhasil ngambil hati gue dengan ke-spesial-annya.” Ryan tersenyum kecil saat Ara menoleh kearahnya dengan kerutan kening, “Bahkan sejak belasan tahun yang lalu, dimana setiap malamnya selalu dihantui bayang-bayang gadis kecil bersurai cokelat dengan wajah memburam, belasan tahun gue cari dia sampe seluruh ujung dunia udah gue pijak. Dan sekarang saat gue udah dapatkan kembali, lo suruh gue mundur dan enyah, bang?”
Nathan semakin tak mampu berkata, namun matanya terus menyorot ketadak sukaannya terhadap Ryan.
Ryan tertawa renyah, “Ya, gue, sih udah lama tau kalo lo, kita, emang setega itu. Tapi gue minta, bang, sekali ini beri gue kesempatan untuk coba berjuang. Oke, gue selama ini emang brengsek dengan perempuan sampai lo seragu itu untuk biarin Ara dekat dengan gue, kan? Mikir Ara adalah mangsa gue selanjutnya, dan–”
“Kak Ryan makan manusia? Kak Ryan mau makan Ara?” Ara dengan segala kepanikan yang ia punya seraya melotot tak percaya, lalu menyurukkan kepalanya dibalik bahu lebar milik Nathan. “Bang Athan, bawa Ara pulang.” Cicitnya ketakutan.
Karena ingat, kan? Ara langsung berpikiran liar saat menyangkut laki-laki yang masuk kedalam otaknya namun ambigu?
Nathan terkekeh dengan Ryan yang meringis.
“Nggak kok, Ra, nggak.” Ucap Nathan masih dengan kekehan gelinya, mengambil kepala Ara namun gadis itu semakin menjauhkan kepalanya lebih tersuruk lagi. Nathan menatap Ryan seolah membuktikan, aneh, bukan?
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...