•Roftoop•

22.1K 1.3K 21
                                    

Seperti biasa. Setiap pagi diam diam Azam selalu memberi tatapan tajam dan mematikan kepada setiap laki laki yang menatap Ara penuh minat. Terlebih teman sepantaran berandal kelas dua belasnya. Mereka seolah pura pura tidak melihat ada lelaki disebelah gadis yang mereka tatap itu.

“Ajim, kamu tau nggak?” Dengan suara cerianya, semakin menarik perhatian. Ia tidak begitu peduli dengan orang orang disekitar.

“Nggak tau.”

Ara menggepak pelipis Azam dengan jemarinya, “Harusnya Ajim jawabnya 'Apa?' issh!”

“Apa?” Tanya Azam menunduk, menatap Ara yang kesusahan mendongak untuk menatapnya sambil berjalan.

“Ara sekelas sama Dhiya, loh! Ana sama Nita juga sekelas sama Ara.”

Azam mengernyitkan dahi, merasa tidak mengetahui semua nama gadis yang disebutkan Ara, “Terus?” Tanyanya tidak mau anggota badannya yang lain terkena tampolan keras itu.

“Ara juga sekelas sama Breel. Teman barak Ara kemarin, dia baik, Ajim. Selalu bantuin Ara.”

“Tapi jangan terlalu percaya, mengerti?” Ajaran Azam sedari mereka kecil. Jangan terlalu percaya pada semua laki laki, kecuali dia. Nadanya terdengar begitu posessive.

“Iya, Ajim. Dia baik kok.”

Azam hanya mengangguk, “Masuk, gih.” Ujarnya setelah menemukan pintu kelas Ara.

Ara mengangguk, “Dadah' Ajim.” Dengan senyum merekah khasnya. “Dinginnya dihilangin! Ara jadi kedinginan tau, kalau kedinginan Ara mau dipeluk!” Oceh gadis itu dengan bibir manyun kedepan.

Azam tersenyum dilanjut dengan kekehan kecil. Membuat Ara melebarkan senyumnya.

Tak ayal, mereka mendengar teriakan histeris dan bisik bisikan ciwi ciwi disekitar, karena berhasil menangkap senyuman pangeran yang selama tiga tahun berturut turut ini tak pernah mereka dapatkan. Terbayangkan bagaimana histerisnya mereka?

“Udah? Masuk, gih.” Suruh Azam menggerakkan dagunya, menyuruh Ara untuk masuk.

Gadis itu mengangguk semangat, “Jangan lupa jemput Ara pas pulang!” Teriak gadis itu menggema dikoridor agar Azam mendengarnya.

Kepala Azam berbalik, mengedipkan sebelah matanya tanda mengerti.

• • •

“Wei bro!” Kyle datang langsung menepuk keras pundak Azam, membuat laki laki itu mendesis kesal. “Ngapain lo nggak masuk biologi? Buk Janeta nanyain elo.”

Lelaki tengil itu melompat dan ikut mendaratkan bokongnya disebelah Azam. Pembatas roftoop. Tempat mereka membolos ataupun sekedar menikmati angin sepoi sepoi untuk mendinginkan kepala mereka yang panas karena pelajaran.

“Males. Pusing.” Jawabnya enteng sambil menatap kearah langit.

“Elah, sianjing!” Kyle menatap tak suka kearah Azam. Mendadak laki laki itu menampol keras Azam lagi.

“Tangan lo!” Sentak Azam keras.

Kyle menatap Azam penuh serius. “Zam! Naura Kiara itu kepanjangan Ara, bukan?”

Azam menaikkan kedua alisnya bersamaan, tanda membenarkan.

“Woi bangcat! Iyakan?!” Tanyanya mendesak, melihat Azam dari samping.

Azam menolehkan kepalanya kearah Kyle, menaikkan kedua alisnya lagi dan menatap langit kembali.

“Wah gilak!” Kyle menggaruk kepalanya heboh, rusuh tidak bisa diam ditempat.

ARA' S[completed!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang