Astaghfirullah, kaged dong baca judul!
Yok, lanjut ambyar lagi!
_________________________
“ARA NGGAK MAU, POKOKNYA ARA MAU DISINI!”
Azam memandang datar kearah wajah Ara yang bersungut-sungut emosi, “Ra, denger dulu—”
“NGGAK!”
“Heh, teriak-teriak. Dibilang disini nggak boleh teriak sembarangan, juga.”
Ara mendelik tajam, menaik turunkan dada karena napas yang memburu emosi.
Azam menghela napas, bingung harus dengan kata apalagi agar Ara mengerti. “Kamu mau ikut aku tinggal disini?”
Dalam kekesalan yang membuncah, Ara mengangguk pelan.
“Terus mau tinggalin ayah Tommy, bunda Jessy, dan Nathan dirumah?” Tanya Azam sungguh-sungguh seraya mengusap bahu Ara dengan ibujarinya. Dan sedikit tersenyum, saat melihat Ara yang terdiam seperti menyetujui ucapannya. “Nggak mau, kan?”
Ara mengangguk, “Mereka juga sering, kok, tinggalin Ara sama bi Inem aja. Terus Ajim juga mau tinggalin Ara, kan?” Ara menuding telunjuknya tepat didepan wajah Azam dengan mata dikecil-kecilkan, “Atau Ajim punya cewek baru?! Ajim nggak mau sama Ara, kan?! Biar Ajim bisa berduaan sama dia, kan?! Ngaku!” Ujar Ara beruntun dengan emosi yang kembali menguasai.
Azam mendengus, “Ya nggak lah.”
“Terus apa?!” Tanya Ara segera dengan mata melotot. Ngegas mulu, sih, Ra.
Azam mengacak rambut belakangnya dengan gemas, membasahi bibir bawah untuk mengutarakan kalimatnya. Dan berdoa, semoga Ara mengerti kali ini! “Kamu tau, kan, kalau kamu tinggal disini kita bakal berdua aja?” Dan, hal itu tentu membuat Azam cemas. Selama ini, dia memang biasa satu kamar dengan Ara karena didalam rumah itu dihuni banyak orang hingga ada rasa takut didalam dirinya untuk mencoba apa yang seharusnya tidak dia lakukan pada perempuan, terlebih Ara. Sementara disini, bagaimana kalau setan mulai menghampirinya?
Hey, ingat! Azam adalah manusia BIASA! Dia cowok tulen dan masih NORMAL! Dia bukan lah sang malaikat atau perfect person sekali yang tahan akan godaan saiton! Bahkan, orang-orang men-capnya homo karena tidak ada rasa tertarik sama sekali pada lawan jenis yang padahal sedang dalam satu ruangan. Untuk bagian itu, Azam memang menyetujuinya karena tidak ingin melakukan apapun. Namun tetap, harga dirinya kerap kali terinjak.
“Iya, lah, Ajim. Emangnya kenapa?”
Azam menggeleng, “Nggak boleh, Ra. Gimana kalau aku tiba-tiba khilaf lagi? Kamu mau?” Ingat, kan, bagaimana Azam hampir terlena tadi? Ah, sudah lah! Kalian tidak akan mengerti dengan apa yang menimpa pikiran Azam kini.
Sementara Ara, menggeleng kuat dengan tatapan sedih. Yang diingatnya, defenisi khilaf adalah seperti perlakuan Azam padanya kemarin. Mengguyur kepalanya dengan air dingin.
Azam menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum, “Nah, sekarang ngerti, kan?”
Ara menggeleng, masih belum meng-ikhlaskan, “Ajim nggak usah khilaf aja, gimana?” Iya, dikira khilaf bisa dikendalikan sesuai kemauan. Fyuuhhh.
“Nggak bisa, karna itu bukan kemauan aku. Itu bisikan setan supaya aku tersesat.”
Ara mengerjap, menatap Azam yang sedang memperbaiki rambutnya dengan tatapan bingung.
Azam terkekeh, “Kamu belum ngerti, makanya ikuti perintah Ajim. Bisa?”
Bibir Ara tercibir kebawah dengan kedua mata berlinang, masih belum mau perpisahan ini kembali terjadi, “Janji dulu.” Ujarnya menaikkan jari kelingking kedepan wajah mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...