Happy Reading!ARA’S
• • •
“Jadi, kata kepemilikan/kepunyaan didalam bahasa inggris itu beragam...” Azam kembali menulis satu persatu kata dikertas itu dengan random, kemudian disalin rapi oleh Ara kebuku untuk menguji apakah gadis itu benar-benar mengerti atau belum. “Yang pertama, Mine.” Dia menatap Ara yang kini menatapnya lekat agar cepat faham. “Ditunjukkan untuk sudut pandang pertama atau diri kita sendiri sebagai perjelas kalimat yang pastinya sudah sangat jelas. Contohnya, 'Thats mine, not yours!” Jelas Azam dengan perlahan dan nada sedikit ditekan. “Maka termasuk pada?”
Ara menaikkan bola matanya keatas, ia rasa pelajaran itu pernah dia pelajari dikelas tiga SMP. “Posessive pronoun?” Tanya Ara sedikit minder.
Azam mengangguk berkali-kali dengan senyumnya, “Rest essured with your answer even thought it’s wrong.” Ucapnya mengelus pucuk kepala Ara yang tengah tercengir kuda. Azam tersenyum kecil, kembali mengoceh tak lelahnya dengan tangan menari indah dikertas putih itu.
Tugas Ara hanya mengamati dan memahami, jika Azam menulis satu kata kemudian rumus-rumusnya maka ia memperhatikan dan ketika Azam mendongak kembali menatapnya, maka ia balas menatap kemudian sesekali melirik tulisan itu agar semakin paham.
Sinar matahari pagi seolah semakin memberi pencahayaan didalam ruang keluarga itu dengan menyelinap masuk dari celah jendela. Membuat Minggu terasa menceriakan.
“Understand?” Tanya Azam setelah ocehan panjangnya.
“I'm understand.” Balas Ara cepat seraya mengangguk sekali.
“Good girl!” Goda Azam yang membuat Ara tertawa. Untungnya, gadis itu memiliki otak yang cerdas dan cepat tanggap dalam memahami pelajaran hingga ia tak perlu susah payah mengulanginya lagi. “Give me an example.” Pinta Azam menatap Ara sepenuhnya.
Ara memutar bola matanya keatas, kemudian tersenyum karena ia menemukan banyak jawaban. “Azam’s handphone, my pencil, my dictionory, my head, my eyes, my nose, my lips, my hand, my—”
“Only one, babe.” Potong Azam seraya menggeleng heran dengan senyum tertahannya karena Ara yang tertawa.
“Pindahkan kebuku.” Titah Azam.
Ara mengangguk, menengkurapkan tubuhnya dan langsung menyalin kalimat random itu dibuku pelajaran rumah yang sudah disiapkan Azam. Menulis dengan rapi dan teliti hingga wajah mungilnya tampak menggemaskan karena begitu memasang ekspresi serius.
Azam yang melihat itu menjadi terkekeh sendiri. Apa disekolah gadis itu juga memasang eskpresi seperti itu? Tentu banyak yang menikmatinya, bukan?
Azam mengambil handphone-nya saat sebuah dentingan berbunyi, kemudian disusul dengan dentingan lain yang mulai membuat ruangan sunyi itu menjadi bising. Dia memutar bola matanya malas saat ketiga temannya kembali ribut di grup whatsapp dengan topik Ara. Karena satu, Alvin masih penasaran dengan sosok Ara dan kisah bagaimana ia bertemu dengan Ara.
Lelaki kurang piknik! Ia membaca satu persatu pesan yang terkirim seraya ikut tengkurap disebelah Ara.
Ara segera menutup bukunya, menyingkirkannya kesamping kemudian bersandar dipundak Azam. “Finish, Ajim.”
“Nice.” Puji Azam sambil terus menatap layar handphone-nya. Dia menaruh pipinya diatas kepala Ara saat gadis itu menarik rambutnya pelan kemudian memainkannya.
Ara menepuk dua kali kepala Azam. “Ara’s.” Katanya pelan dengan senyuman mengembang.
Jemari Azam yang sebelumnya mengetik dengan lihai menjadi berhenti. Dia menegakkan kepalanya, menatap Ara yang kini menatapnya dengan cengiran lucu yang membuatnya terkekeh geli, mengangguk pelan menyetujui. “Iya.” Ucapnya lembut, kemudian Ara kembali menaruh kepala dibahunya. Semoga.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARA' S[completed!]
Romance"Kamu itu, udah seperti pompa bagi kerja jantung aku. Kalau kamu menjauh, otomatis jantung aku melemah. Artinya apa?" Gadis polos itu menggeleng lugu. "Kamu bunuh aku secara perlahan. Kamu tega?" Secepat kilat gadis itu menggeleng keras, "Ara nggak...